Social Icons

Pages

Cinta Kebebasan yang Tersesat #2

judulnya ini merupakan refleksi dari novel Dr. Adian Husaini, KEMI 1 dan 2
“Musuh setengah mati mempelajari kita. Sementara kita setengah hati mempelajari agama sendiri.” @MuhammadScilta
JIL ranahnya pemikiran. Jadi orang bisa saja terjangkit virus SEPILIS tapi tidak sadar. Beda kalau kita terjun di medan jihad. Face to face, lawannya kongkrit. Tapi untuk urusan gozwul fikri persoalannya rumit. Musuh tidak bisa dideteksi, yang kita kira kawan ternyata lawan bahkan.

Saya sebenarnya sempat berfikir, “Tidak perlu repot-repot bahas JIL dan pemikirannya. Yang penting kita jaga iman, menuntut ilmu berkumpul dengan orang sholeh, aman sudah. Toh pengaruhnya tidak terlalu besar.” Yah bagi kita memang yang selalu bergelut dengan ilmu syar’i ataupun aktif ikut pengajian dan tarbiyah its ok. Tapi masalahnya kemudian menjadi lebih rumit tatkala gozwul fikr ini sampai menjangkiti grass of root ummat ini. Dimana mereka adalah orang-orang yang jahil akan agamanya. Itupun shalatnya masih bolong-bolong. Akan rentan sangat terpengaruh.

Dari sinilah kita prihatin untuk mengkaji lebih lanjut liberalisasi ini. Meskipun kalau kita runut persoalannya. Ujungnya pada pembenahan akidah ummat. Melakukan pembinaan, dakwah dan tarbiyah. Menuntut ilmu syar’i adalah bukti bahwa kita mempersiapkan generasi sejak waktu. Tapi jangan kemudian membuat kita diam sementara mereka sedang gencarnya menyebarkan pemikiran. Setidaknya ada defence, upaya perlawanan.

“Satu peluru mungkin hanya bisa menembus satu kepala. Tetapi satu tulisan bisa mempengaruhi banyak pikiran.” @MuhammadScilta
Novel KEMI 1 & 2 karya Dr. Adian Husaini bisa menjadi referensi anda untuk mengetahui bagaimana gambaran umum akan Proyek liberalisasi di Indonesia. Kemi adalah salah satu anak pesantren yang “digiring” untuk mencintai kebebasan. Cinta kebebasan yang tersesat. Mulanya ia hijrah ke Ibukota. Bergabung pada komunitas, LSM bergerak pada proyek liberalisasi.

Kalau di Kemi 1 masih tingkat aktifis liberal lapis satu. Maka di Kemi 2 bercerita bagaimana kelas kakap dibelakang proyek demikian. Mulai dari Professor, cendekiawan muslim dan tokoh berpengaruh lainnya.
Pengaruh pemikiran liberal sangat sangat sistematis. Sasaran empuknya para akademis hingga tingkat politikus. Apalagi kalau memang backgroud-nya pesantren tulen. Sedikit “terkejut” berhadap-hadapan dengan glamour dunia. Orang jadi liberal itu tidak “spontan”. Berbagai faktor yang mendahuluinya. Adapula karena faktor popularitas. Selama ini mungkin ia tidak terlalu terekspos di ruang publik. Sekedar melihat, bergelut dengan logika-logika yang kelihatannya keren. Ditelan mentah-mentah saja tanpa disaring terlebih dahulu.

Belum lengah dari ingatan kita soal ospek salah satu Perguruan Tinggi Islam di Negeri ini dengan tema yang kontroversial. Padahal ini institusi pendidikan islam. Apa jadinya kalau yang kita andalakan dapat mencerahkan ummat justru terjangkit virus SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme).

Kita tidak bisa bayangkan bagaimana jadinya nanti kalau mereka lulus dan terjun ke masyarakat. Mungkin ada nantinya jadi guru agama, bagaimana mengajarkan islam dengan benar jika pemahamannya sudah tidak beres?
continued

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_