Social Icons

Pages

Seperti biasa, setiap akhir pekan saya memposting catatan, entah tulisan lama atau inspirasi lain. Kali ini ingin share ke teman-teman pengalaman pribadi. Entah menurut kalian ini cerita konyol, tapi yang terpenting kita mengambil ibrah di dalamnya. Orang yang berakal adalah yang bisa mengambil pelajaran dari seklilingnya. Ketika kita bisa membaca kehidupan itu sendiri!



Manusia memang fitrah-nya selalu ingin mendapatkan yang terbaik. Spontanitas tanpa mau pusing ambil resiko yang lebih besar. Kalau bisa semuanya serba ada, tinggal terima beres. Bagaimana mendapatkan kebahagiaan sebesar-besarnya dengan resiko sekecil-kecilnya.

"Kita adalah noktah
yang akan menerjemahkan
rangkaian huruf-huruf kehidupan
Agar manusia
tidak latah menafsirkan
Takdir"
Msc_

Ini cerita di dalam kelas Syariah 4.
Pagi itu teman yang biasa saya gelari Pak Prof. entah karena dia berkecamata, atau pendiamnya, namun sekali berucap selalu to the point. Kalau tidak, ia hanya menyebutkan kesimpulan-kesimpulan.

Kali ini saya bukannya kaget karena risetnya, tapi Muqorrornya (buku paket). Dia mendesain Muqororror yang lebih fleksible, dikumpulkan file-nya diatur menjadi suatu buku yang simple untuk dibawa-bawa. Layaknya seorang Prof. yang selalu memberikan kemudahan. Tapi, saya tidak akan berbicara panjang lebar soal metode, keunggulan Muqorrornya. Tapi, ...

Satu hal yang disayangkan, kenapa dia tidak bilang-bilang sebelumnya kalau sudah ada jimat-jimat barunya? Kenapa tidak diumumkan kalau dia mau fotokopi.
Sudah hampir bilang sama beliau, “Antum ini curang, fotokopi sendiri, tidak bagi-bagi, kenapa tidak kasi tahu kalau mau fotokopi, saya juga mau fotokopi!!!”
Namun gejolak itu tidak jadi saya ungkapkan, tahan. Justru saya flashback, “Saya tidak tega menyalahkan beliau, mau instropeksi dulu.”
Bukan salah dia, kenapa tidak fotokopikan kita juga. Tetapi dengan beberapa pertimbangan saya akhirnya tidak jadi memprotes.

Jemput Bola

Kalau kita punya perhatian terhadap pelajaran, tentu akan mempersiapkan segala sesuatunya menyangkut pelajaran itu sendiri. Entah soal buku paket yang digunakan. Pokoknya cari taulah, bukan apatis. Makanya kita sering heran sama teman. Satu bulan perkuliahan berjalan, masih ada yang bertanya, “Mata kuliah kita hari ini apa?”
Padahal itu sudah 15 menit sebelum pelajaran. Berarti malamnya dia tidak punya persiapan. Lebih-lebih lagi tidak punya persiapan menerima pelajaran. Apalagi pas hari ikhtibar, “Ujian hari ini apa?”
Tidak mungkin Prof. yang tanya satu-satu kita, “Kamu sudah belajar hari ini?”
Kita  sadar bukan lagi anak SD, yang semua kebutuhannya selalu diarahkan, ditanyakan, “Nak sudah mandi, sudah makan, dll”

Kita mahasiswa! Tentunya harus pro-aktif. Baik itu bertanya, mencari buku paket, mencari tahu soal pelajaran.
 Jangan selalu mau tunggu bola. Santai, terima beres. Jika selalu menunggu, bisa-bisa kita ketinggalan. Ibarat kita seorang diri, ingin menyebrang ke sebuah pulau. Kapalnya sudah ada, tapi apa kita menunggu begitu saja?
Dalam hal ini manusia terbagi dua. Ada yang tinggal menunggu saja. Kedua, berusaha menjemput, mencari tahu kapalnya.

Kenapa kita harus menjemput?
Orang yang hanya berdiam diri di lapangan, menunggu bola, tentu akan diambil lawan. Kapal yang kita tunggu belum tentu akan sampai menjemput kita. tidak ada yang menjamin kapal akan datang kalau hanya tinggal diam dan menunggu saja.Orang yang tinggal diam, akan ditinggalkan begitu saja.
Akhy, sampai kapan kita menunggu, “Siapa yang bisa diminta, titip fotokopikan.”

Kedepan, kita adalah agent of change. Sebagai motor penggerak ummat, tidak mungkin selalu menunggu berpangku tangan. Menunggu barang jadi. Sekali-kali antum menikmati, bagaimana rasanya menunggu antrian di tempat fotokopi, bagaimana hangatnya perjalanan, ditemani butiran-butiran hujan yang melepuh ditubuh.
Begitupun soal hidayah, hidayah memang hak prerogatif Allah. Tapi harus dijemput dong!
Mengambil sebabnya bagian dari tawakkal.


Ketika Rasulullah baru saja pulang dan memenangkan peperangan. Orang-orang munafik langsung protes, “Kenapa tidak ajak-ajak kami juga? Tentu kami juga mau.”
Tetapi ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, mereka justru menvonis, “Itu bilang memangka, janganmi ikut. Pasti kalah” (kira-kira begitu versi bugisnya).

Jangan Bergantung pada Orang lain

Tidak mungkin kita seenaknya menyalahkan Prof begitu saja. “Kenapa tidak fotokopikan saya juga! Dia bukan pembantu, apalagi suruhan. Tetapi mitra kerja.
 Ini prinsip yang selalu kita pegang, kalau kita masih bisa melakukannya, mengapa harus orang lain. Dan, “Diantara kemuliaan seseorang adalah ketika ia tidak lagi bergantung pada orang lain.”
Meskipun kita tahu, kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Tetapi itulah islam, selalu mengajarkan tawakkal, tempat bergantung hanya kepada Allah saja. Lihatlah para salaf, kalau saja sendal mereka hilang. Tidak langsung tanya, “Siapa yang lihat sendal saya?” tetapi berdo’a duhulu kepada Allah diberikan petunjuk. Kemudian mencari sendalnya. Bahkan kalau mereka butuh garam sekalipun, berdo’a kepada Rabbnya.

Umar radiallahu ‘anhu ketika hendak membagi-bagikan makan kepada rakyatnya dia memikul sendiri diatas punggungnya. Saat itu sahabat lain menawarkan, “Biarkan kami saja wahai Khalifah.” Bisa saja kan ia menyuruh orang lain. Justru  dia menjawab, “Apakah kalian ingin memikul beban saya di hari kiamat.”
Itulah kemuliaan, ketika kita tidak lagi bergantung pada orang lain. Segala kebutuhan kita hanya kepada Allah.
End, Dari pertimbangan tadi, akhirnya saya tidak jadi protes. Langsung saja merangkul, menawarkan, “Akhy, bisa saya copy juga file-nya” saya pergi fotokopi sendiri.

Namun ...
Ternyata setelah saya fotokopi, justru dapat teguran,
“Antum ini curang, fotokopi sendiri, tidak bagi-bagi, kenapa tidak kasi tau kalau mau fotokopi, saya mau fotokopi juga!!!”
Entah kenapa, kalimat ajaib yang tidak sempat saya ucapkan kepada orang lain, justru akhirnya gemanya di telinga sendiri.

Yup, terkadang kita yang harus menerima “pesakitan” demi saudara kita terhindar dari penderitaan.
Kita mungkin bisa saja menyalahkan orang lain, namun apa salahnya jika mencari terlebih dahulu kesalahan pada diri sendiri!
Ini inspirasiku, mana inspirasimu?


0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_