Social Icons

Pages

Jangan Mulai Dari Mana Orang Memulai

Kalau kita mau jujur, sebenarnya tidak ada orang yang mau jatuh pada lubang yang sama. Tapi kenyataannya, kita sudah melihat seseorang terjatuh dalam lubang, pun akhirnya kita ikut juga. Apa yang salah? Apa karena kita kurang memperhatikan kesalahan orang lain?

Kita tidak mungkin melakukan segala kesalahan di dunia ini. Maka mari belajar dari kesalahan orang lain.


Alaa kulli hal, kali ini mau nge-share inspirasi akhir pekan. Ceritanya masih di kelas Syariah empat. Salah satu teman yang saya kira menonjol disisi ini. Kalau teman kemarin dicatatan sebelumnya gelarnya Prof. Kali ini berbeda, teman-teman kelas biasa kasi gelar, Mufti. Saya juga kalau panggil bilang “Syekh” saja.

Humm..  saya gak akan berbicara soal elektibilitas ke-syekh-hannya, kredible apa nggak. Tapi dibalik prosesnya. Kalau Prof sih terkenal pendiam, kental ilmiah. Ini juga kalau bicara yang penting-penting saja, tapi sekali bicara langsung ke kesimpulan. Apalagi pendapatnya yang cukup pragmatis. Biasa kalau ada teman yang berdebat, diskusi, maka yang menarik benang merahnya beliau. Kalau dia syekh sudah bicara yah namanya juga Mufti.

Salah satu keunikannya adalah dia juga dapat gelar, “Shohibu at-Tasjil”. Itu mungkin prestasi yang belum bisa dikalahkan sampai detik ini.

Pokoknya kalau mau cari rekaman pelajaran di kelas, teman-teman langsung hubungi beliau. Soalnya setiap pelajaran, baik itu dirashah ta’shiliyyah, ta’lim pekanan diluar pasti direkam selama Hp-nya gak lobet.

Sampai-sampai saya biasa tanya,

”HP kita pada judul yang sama. Tapi kok punyaku baru berapa kali jatuh sudah rusak, tapi HP antum masih bisa merekam?”

“Alhamdulillah, padahal HP saya juga sering jatuh, tapi masih bagus kok”

“Kayaknya, HP antum ada jimat-jimatnya nih, gara-gara banyak rekaman ceramah,” getutuku.

Bahkan, kalau dia tidak sempat pergi ta’lim biasanya menitip ke ikhwah.

“Ambil HP saya, tolong direkam ta’limnya.”

Jadi biar nggak hadir ta’lim rekamannya tetap jalan.

Kadang berfikir kayak gini, “Buat apa sih merekam? Toh mendingan ditulis materinya saat penjelasan pelajaran atau ta’lim.“

Kesimpulannya, rekaman juga penting. Terutama kadang kalau mau menulis perkataan ulama, nama ulamanya tidak cukup dengan tulisan. Apalagi kalau Ustadznya cepat bicara, pastinya gak sempat menulis dan tidak mudah menghafal secepatnya. Setidaknya sekedar men-verifikasi.

Bahkan kita bisa menulis ulang ceramahnya lewat rekaman. Kemudian dijadikan bahan materi selanjutnya.

Ini mungkin gambaran kecil soal rekaman.

Hakekatnya, sebenarnya secara tidak sengaja dia telah merekam langkah hidupnya!

Kita tidak sekedar berbicara soal berhasil apa tidaknya hari ini. Namun apakah kesuksesan kita juga berdampak pada orang setelah kita?

Bayangkan, orang yang mengambil hasil rekamannya tadi, lalu mendengar ceramahnya, kemudian mengamalkannya, apa orang yang merekam tidak dapat pahala juga? Mungkin ini pemikiran paling sederhana.

Lihatlah para ulama, mereka tidak hanya berbuat, hidup untuk zamannya saja. Tetapi juga bagaimana manfaatnya juga dirasakan oleh orang-orang setelahnya.

Saya kadang bilang sama beliau, “Bisa saya minta rekaman ceramah tadi? Saya jadikan bahan inspirasi tulisan!” harap-harap cemas tidak dikasi.

Jawabannya sederhana, “Berapa banyak orang yang menjadi sebab pembuka kebaikan. Dan tidak sedikit pula menjadi penghalang penutup keburukan.”

Yah kenapa kita tidak mengambil bagian sedemikian simple tadi.

Itulah pentingnya rekaman, arsipan, data-data kehidupan. Kelak orang setelah kita tidak lagi repot-repot mencari bahan pembelajaran.

Kenapa kita arsipkan keberhasilan-keberhasilan yang pernah kita capai dalam hidup ini. Entah itu soal organisasi, program kerja, kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan. Mengapa tidak mengarsipkan, bagaimana prosesnya, panitia dll.

Setidaknya, orang-orang setelah kita tidak lagi memulai dari awal ketika ingin melakukan suatu pekerjaaan. Tinggal mereka melanjutkan saja.

Mungkin saja ada yang berprinsip sebagaimana ketika mengisi BBM di pertamina, “Mulai dari nol ya pak!”

Tapi alangkah efektifnya kalau kita tinggal melanjutkan sebuah keberhasilan. Bagaimana sekiranya Imam Bukhari tidak menulis?

Apa kita akan pergi sendiri mencari satu persatu memeriksa mana hadits shohih?

Mengapa tidak menulis setiap hikmah, pelajaran yang lewat dalam keseharian kita. Mungkin ini sepele menurut kita, tapi bisa jadi itu bermanfaat untuk orang lain. Jika bukan hari ini, suatu saat kita akan butuhkan. Tulislah yang bermanfaat. Tulislah setiap yang akan anda kerjakan, dan kerjakan setiap yang kamu tulis.

Jangan memulai dari mana orang memulai, tapi mulailah darimana orang selesai!

Msc,

13 April 2014

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_