Social Icons

Pages

Kenyataan yang Bermimpi



Seperti yang saya katakan pekan lalu. Kali ini akan berbicara soal teman yang satu ini.
Entah kenapa selama empat tahun dia kuliah berkeliling empat kampus yang berbeda dari tiga negara.
Sampai saya bingung,
“Tidak konsistenya ini, dimana nanti antum akan selesai?”
Sekarang sudah empat tahun, teman se-angkatan sudah ada yang sarjana, namun kita masih mengejar S1.
Tapi ada yang menarik, ketika berada salah satu Universitas di Tula dia bilang, “Alhamdulillah, ini adalah impian ke-75 saya.”
Flasback beberapa tahun lalu, memang ketika pergi ke kamarnya, penuh dengan tulisan-tulisan inspirasi. Meskipun saya sendiri juga belum pernah melihat dreams books yang dimaksud.
Ala kulli hal, Masya Allah mungkin inilah salah satu gambaran kecil. Bahwa,
Kenyataan hari ini adalah impian masa lalu. Dan kenyataan hari esok adalah impian hari ini.
Bahwa memiliki impian juga penting.
Kenapa ya, tidak sedari kecil dulu menuliskan semua impian sebanyak-banyaknya. Berharap satu persatu menjadi kenyataan. Yang jadi masalah, bagaimana kalau tidak punya impian? Apa sudah terlambat kalau baru mau ditulis sekarang? Bukankah hari ini juga kita bisa langsung menuliskan semuanya.
Memang, semasa kecil menuslikan impian begitu mudah tanpa beban. Berbeda saaat ini, sudah dewasa, semacam ada beban hidup untuk menuliskannya.  Ada tekanan, ketika seseorang menulis impiannya, “Saya mau jadi dokter”. Langsung berfikir, “Aduh mana bisa saya jadi dokter, itu mustahil,”
Atau impian lain, “Saya ingin menjadi ulama”
Bagaimana bisa lahir ulama ditengah keterbelakangan umat hari ini?
Hingga akhirnya teman tadi berhijrah meninggalkan negara adikuasa perang dunia II itu. Disana mungkin untuk shalat jum’at saja susah. Bahkan sempat mendapat tekanan teror menurutnya.
Setelah pulang ke tanah air, beberapa waktu kemudian, keluar pengumuman. Ia lulus ke salah satu Universitas bergengsi di Ibukota negara Timur Tengah. Entah ini impian keberapa. Tetapi yang pasti, siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah. Maka Allah akan mengantikan yang lebih baik.
Impian ala Salaf

Kisah yang masyhur, di dekat mesjid berkumpul empat orang sahabat. Mus’ab bin Umair memulai pembicaraan, “Tamannawuu! Bercita-citalah”
Ketiga sahabat lainnya menimpali, “Antum dulu saja, karena antum yang duluan membukan pembicaraan,” kira-kira begitu bahasanya.
Baiklah kalau begitu, “Saya mengimpikan memimpin Irak, dan menikah dengan Sukainah bintu Ali sekaligus juga dengan Aisyah bintu Tolhah.”  
“Kalau saya, kelak ingin menjadi seorang Faqih disaat yang sama juga Muhaddits.” tutur Urwah bin Zubair.
Kemudian Malik bin Dinar melanjutkan, “Kalau saya, ingin menjadi Khalifah.”
Sahabat lain, “Hmmm.. impian, cita-cita saya adalah masuk surga, “ tutup Abdullah bin Umar
Dan akhirnya mereka benar-benar mendapatkan sesuai impiannya.

Itulah impian dimulai dari sesuatu yang mustahil menurut kita hari ini. tetapi betul-betul menjadi kenyataan esok.
Jangan takut untuk bermimpi. Impian adalah sesuatu yang mustahil awalanya. Tinggal, apakah kamu yakin dan percaya akan impianmu?
Impian ibarat boss. Seseorang kadang bertahan karena impian. Itulah yang akan terus memotivasi.
Katanya, Fir’aun ketika membangun piramid. Sempat melakukan seleksi untuk  “Pekerja Terbaik”. Setelah proses seleksi berkas, keluarlah tiga finalis utama.
Tibalah proses wawancara langsung oleh Fir’aun. Pekerja pertama masuk, “Wahai pekerjaku, selama ini kamu telah bekerja, berkorban, sebenarnya apa tujuan utama kedatanganmu kesini?”
Dia menjawab, “Ya, saya datang kesini mencampur bahan bangunan, menyusun materil hingga menjadi sebuah piramid.”
“Yah, selesai, silakan keluar.”
Kemudian giliran pekerja kedua, dengan pertanyaan yang sama.
“Wahai pekerjaku, kamu sudah berhari-hari disini, berbulan-bulan bahkan bertahun, Sebenarnya apa tujuan utamamu?”
“Ya, saya datang kesini. Menuyusn arsitek piramid, memilihkan bahan bangunan paling baik, agar bisa bertahan beberapa tahun.”
“Yup, selesai, silakan keluar”
Lalu pekerja ketiga masuk,
“Wahai pekerjaku, selama ini sudah berkorban. Meninggalkan kampung halaman, kalau siang kepanasan, kalau malam kedinginan, apa sebenarnya yang kamu cari?”
Coba perhatikan baik-baik jawabannya,
“Saya sedang membangun peradaban Mesir!” singkatnya.
Sekiranya kita adalah Fir’aun, maka pekerja manakah yang akan kita pilih?
Tiga tipe pekerja tadi sebenarnya adalah refkleksi kehidupan kita. Masing-masing diantara mereka pekerjaannya sama. Apa yang membedakan?

Kita bisa saja hidup pada tempat tinggal yang sama, sama-sama makan nasi, belajar pada guru yang sama. Namun hasilnya akan berbeda. Ada yang sekedar bekerja, capke-capek tak juga menadapatkan hasil memuaskan. Letak intinya ada pada visi, impian. Pekerja yang ketiga, tidak sekedar menyusun batu-bata, namun punya visi utama membangun peradaban.

Milikilah visi, impian agar hidup tidak sekedar makan, minum istirahat, dll. Karena, orang yang tidak memiliki visi ibaratnya adalah mayat-mayat hidup.
Rajulun Dzu Himmatin ‘Aliyah Yuhyi al- Ummah
Hanya pemilik impian, cita-cita, semangat tinggi  yang akan membangkitkan peradaban ummat!


2 komentar:

  1. Waw.. cuma bisa manggut-manggut.. humm
    *keinget kalo nulis mimpi ending kertasnya selalu disobek atau dibuang*-_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Impian kadang menurut kita mustahil.. hingga akhirnya belum terwujud dreams book-nya di buang duluan...

      Hapus

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_