Social Icons

Pages

Bergerak atau Diam


Jika engkau takjub dengan diammu,
Maka bicaralah
Pun saat engkau kagum dengan bicaramu
Maka diamlah
Bisa jadi itu
adalah dari syetan.”


            Setiap kali bertambahnya ilmu seseorang, saat itu pula semakin sedikit bicaranya. Sebab ia tidak akan berbicara kecuali atas dasar ilmu.
Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Siapa yang banyak bicaranya, banyak pula salahnya. Siapa yang banyak salahnya sedikit pula rasa malunya. Siapa yang sedikit rasa malunya, sedikit pula wara’nya. Dan barangsiapa yang sedikit wara’nya maka hatinya telah mati.”

             Abdullah ibnu Mubarak pernah ditanya oleh orang-orang sekitarnya mengapa jarang mengobrol. Beliau menjawab, “Jika aku bersama sahabtku seiman seolah mengingatkanku kepada para salaf, adapun jika aku berkumpul bersama kalian, tidak lain hanya menggibah menggosipi saja orang lain, bercanda mengobrol tanpa ujung.”
Seperti itulah Rasulullah bersabda, “Bicara yang baik atau diam.” Jika tak mampu membicarakan yang baik-baik maka lebih baik diam saja.

             Atau, “Diantara tanda keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.”
        
            Tidak banyak bicara bukan berarti tidak berbicara sama sekali. Namun perlu diperhatikan mana pembicaraan kita yang mendatangkan manfaat. Jika sekedar berbicara pada hal-hal yang mubah bahakan mendatangkan dosa maka inilah ynag mesti dtinggalkan. Adapun jika bicaranya kita justru bermanfaat, maka jangan tinggal diam.

            Kata pepatah, “Bisa jadi diammu adalah tanda persetujuan, sebagaimana bicaramu justru mendatangkan masalah. Ketahuilah diam adalah waktu yang sangat dibutuhkan penjelasan.” Sebab kita tidak bisa mengukur, menetapkan apa yang dimaksud jika tetap dalam diam. Seperti guru, jika muridnya diam terus bagaimana bisa ia mengetahui apa sudah paham atau masih butuh penjelasan.

            Bedanya, seorang wanita yang dilamar, diam-nya itu sudah termasuk bentuk persetujuan. Tabiat per-empuan kadang malu-malu mengatakan sesuatu. Bahkan, “Fii sarohatan rohatan,” jujur berbicara, terus terang merupakan penyejuk penasaran. Jangan sampai apa yang selama ini kita pendam sedikit demi sedikit menjadi bola salju yang siap meledak. Keluarkan segala gundah gulanamu selama itu memang hal yang baik dan dibutuhkan.

            Begitupun jika seseorang ternyata ada perasaan kagum kepada orang lain, tapi tak berani mengungkapkannya. Bisa jadi ia beralasan, “Kalau diam itu emas, bicara perak. Berarti saya sudah kaya. Karena telah mencintaimu dalam diam,”

Bergerak, jangan Diam

Hidup ini ibaratnya naik sepeda. Saat kita berhenti mengayuh, ia akan jatuh. Jika tak ingin jatuh di tempat, bergerak. Orang  yang hanya tinggal diam tanpa melakukan perubahan hanya akan menjadi korban-korban sejarah. Katakan tidak, untuk tidak berhenti. Imam as-Syaafi’i mengatakan, “Air jika tidak mengalir akan membusuk.” Orang yang tidak pernah mengasah otak, pergerakan ototonya. Hanya akan menjadi susah bahkan berkarat.


            Sepeda bergerak hanya dan jika ada pergerakan pula. Terkadang  gigi-gigi rantai harus saling bergesek untuk menghasilkan gerakan. Moh. Hatta pernah mengatakan, “Terkadang kita harus bergesekan pikiran untuk menghasilkan ide yang kreatif.” Pikiran senantiasa harus diasah. Sharing, bertukar pendapat dan diskusi merupakan cara menggesek pikiran. Orang yang merasa cukup dengan ilmunya tanpa belajar dari orang lain tidak akan berkembang. Menerima dan terbuka pikiran akan memacu seorang berkembang ke depan.

            Kata pepatah Arab, ”Fii harakah barakah,” Dalam setiap gerakan ada berkahnya. Apapun itu. Setidaknya dalam pergerakan itu kita menemukan inspirasi atau cara baru dari pemahaman selama ini.
Pergerakan yang kita sebut sebagai gesekan pikiran, kadang berbentur romantika ukhuwah. Ada klise, discomunication merupakan contoh betapa mudahnya ukhuwah itu berubah. Namun ini bukanlah sesuatu ynag musti dihindari, sebab ia merupakan pewarna hidup. Salaha paham itu biasa namun bagaimana kita bisa saling memahami antara satu lainnya.  Sufyan ats-Tsaury pernah mengatakan, “Hubunganku dengan saudaraku ibarat seutas benang. Jika ia menraiknya maka aku yang mengulurkannya. Jika ia mengulurkannya maka aku yang menariknya agar benang ukhuwah itu tetap utuh dan tidak putus.”

So,
Allah tidak pernah beratnya kepada orang bisu, kenapa tidak pernah berbicara diatas mimbar. Tidak pula bertanya pada orang buta kenapa tidak menolong anak kecil lagi kebakaran. Dan tidak pula menyuruh matahari terbit dua kali hanya sekedar membangunkan yang kesiangan shalat subuh. Tetapi Allah akan bertanya, Mengapa kita tidak menggunakan segala nikmat dan kesempatan untuk melakukan kebaikan? Mengapa kita tidak menyebarkan kebaikan jika itu memang bisa menginspirasi orang lain meninggalkan keburukan. Bergeraklah, lakukan perubahan dimulai jangkuan terdekat kita!



0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_