Social Icons

Pages

Shalatlah Sebelum Kalian dishalati




Shalat adalah tiang agama. Siapa yang meninggalkannnya berarti telah merobohkan agamanya. Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke langit tujuh menerima langsung syariat agung ini. Satu-satunya ibadah yang mempersyaratkan berwudhu, bersuci sebelum melaksanakannya. Tidak ada ibadah yang diperintahkan untuk khusyu’ di dalamnya kecuali shalat.
Amalan yang
pertama kali dihisab kelak adalah shalat. Ibarat kereta api, maka shalat adalah lokomotifnya. Sebaik bagaimanpun gerbongnya, jika lokomotifnya tidak beres maka keretanya ikut bermasalah. “Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah perkara shalat. Jika shalatnya baik, maka baikpula seluruh amalan ibadah lainnya, kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu." (HR. An-Nasa'i).
 Jika shalat saja ia remehkan, maka bagaimana lagi dengan ibadah lainnya. Penyikapan kita akan shalat sebagaimana terhadap agama. Kata Imam Ahmad, “Siapa yang menyia-nyiakan shalat, maka urusan selainnya juga ia sia-siakan.”
Siapa yang meninggalkan shalat karena sibuk dengan jabatannya, ia sama saja dengan Fir’aun. Siapa yang lupa shalat lantaran sibuk dengan harta perdagangannya, ia sama saja dengan Qorun. Menjaga shalat berarti menghindarkan diri dari sifat Fir’aun dan Qorun.
 Barangsiapa menjaga shalatnya maka shalat tersebut akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari Kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak menjaga shalatnya, maka dia tidak akan memiliki cahaya, tidak pula bukti serta tidak akan selamat. Kemudian pada hari Kiamat nanti dia akan (dikumpulkan) bersama-sama dengan Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay Ibnu Khalaf." (HR. Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban).
Tentu, meninggalkan shalat berdosa. Namun masalahnya bukan kecil besarnya dosa, tetapi kepada siapa kita berdosa.
Ketika Allah memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, hanya Iblis yang tidak mau sujud karena sombong. Menganggap dirinya lebih baik diciptakan dari api daripada Adam dari tanah.
 Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34). 
Renungkanlah! Sedangkan Iblis notabene makhluk ciptaan Allah disuruh sujud kepada sesama makhluk, Adam. Enggan, tidak mau dan ia langsung divonis sebagai golongan kafir. Maka bagaimana lagi dengan makhluk bernama manusia, sudah aqil-baligh diperintahkan sujud, bukan menyembah sesama makhluk. Tetapi menyembah kepada yang menciptakan makhluk, Tuhan Manusia. Bagaimana kekafiran orang yang enggan untuk shalat?
Para sahabat bersepakat, orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir. (Yang menghilangkan pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim). Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam sampai memerintahkan membakar rumah orang yang meninggalkan shalat. “Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafik) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah kafir." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasai).
 Bahkan, Iblis dan Adam sama-sama berbuat salah dan dikeluarkan dari surga. Adam melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Iblis tidak melaksanakan perintah Allah untuk sujud pada Adam. Namun lihatlah, Bani Adam masih bisa kembali masuk surga sementara Iblis tidak akan pernah kembali masuk surga.
Bahwa orang yang tidak melaksanakan perintah Allah lebih besar dosanya daripada yang melanggar laranganNya. Akan lebih besar dosanya yang meninggalkan shalat daripada yang mencuri. Bukan berarti mencuri lebih baik. Karena keduanya sama-sama berdosa.
Namun seorang muslim tidaklah menganggap remeh urusan shalat. Kelak penghuni neraka ditanyai, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al-Muddatsir: 42-43). Hasan al-Bashri mengatakan, “Jika urusan shalat saja kamu remehkan maka ibadah apa lagi dalam syariat ini yang kamu agungkan?”
Shalat Berjama’ah
Kabarkanlah pada orang yang berjalan dikegelapan menuju mesjid shalat, sesungguhnya ia akan mendapatkan cahaya di akhirat.
Tidak  sedikit ayat maupun hadits selalu mengisyaratakan untuk shalat berjama’ah. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (QS. Al-Baqarah: 43). Ulama telah sepakat untuk wajibnya shalat berjama’ah bagi laki-laki di mesjid. Tentu ketika umat islam berkumpul lima kali sehari semalam di mesjid akan memperkuat persatuan. Jika dalam ibadah agung ini kita susah berjama’ah, bagaimana lagi kita bersatu dalam urusan lainnya.
Meskipun pernah datang laki-laki orang buta meminta keringanan kepada Nabi untuk shalat di rumah saja. Nabi mengatakan, “Apakah kamu mendengarkan azan?” ia menjawab, “Ia”. “Maka jawablah panggilan azan itu, datang ke mesjid meskipun dengan merangkak.”
"Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudian tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan." (HR. Ibnu Majah). Shalatlah berjama’ah sebelum orang-orang berjama’ah menshalati kita.
Tepat Waktu
Jika masih sering lupa shalat, maka shalat tepat waktu adalah solusinya. Sebab jika masih ada kata menunda, shalat akan selalu diakhir waktu atau bahakan tidak sama sekali. Dan akan lebih membantu untuk konsisten ketika shalat berjama’ah.
Jika saja kita disuruh oleh pimpinan datang menemuinya pukul 05.00 pagi. Maka bagaimana jadinya kalau kita datang setelah pukul 07.00? Bagaimana lagi jika hendak menyembah yang Menciptakan kita, namun kita selalu terlambat!
“Amal apakah yang paling Allah cintai?” Rasulullah menjawab: “Shalat tepat waktu.” (HR. Bukhari). Tepat waktu juga berarti, tidak shalat sebelum waktunya. “Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman." (QS. An-Nisa : 103).
Tidak sedikit yang shalat padahal belum masuk waktunya. Ketika azan padahal belum masuk waktu shalat. Kita tidak bisa berpatokan pada jadwal waktu sepanjang masa. Sebab bisa saja terjadi perubahan waktu antara satu masa ke masa lainnya. 
Begitupun iqamat, bukan hak muazzin apalagi jama’ah tetapi Imam. Imam at-Tirmidzi mengatakan, “Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa muadzin lebih berhak dalam hal azan, sedangkan imam lebih berhak dalam hal iqamat.” Dalam kitab al-Mughni (2/72) karya Ibnu Quddamah disebutkan, “Tidak boleh dikumandangkan iqamat sampai imam mengizinkannya.”
Dikatakan juga waktu antara azan dan iqamat ibarat seorang yang bisa masih makan. Bisa jadi ada saudara kita yang mengamalkan hadits, “Tidak ada shalat ketika makanan sudah terhidangkan, dan menahan dua hal yang paling busuk (menahan buang air besar dan kencing).” (HR. Muslim).
Seperti penggunaan alarm pertanda qamat. Ini bukanlah satu-satunya pegangan, namun hak qamat tetap Imam. Bahkan Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam kadang memperlambat takbiratul ihram disebabkan masih mengatur shaf ataupun berbicara pada seseorang yang baru mengenal islam. Seperti dalam hal ketika masih sementara mengadakan musyawarah yang membutuhkan waktu sampai ditunda qamatnya. Ini menunjukkan komitmen mereka terhadap pemimpin khususnya Imam.
Rapat dan Meluruskan Shaf
Entah karena ukuran sajadah terlalu besar, hingga kadang menjadi penghalang untuk bisa rapat dalam shaf. Padahal, "Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar." (HR. Bukhari dan Muslim). Jika rapat lurusnya shaf adalah masalah sepele. Tentu Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam tidak perlu sampai menunda takbiratul ihram lantaran masih mengatur shaf.
Luruskan shaf-shaf kalian (beliau menyebutkannya tiga kali)! Demi Allah, sungguh-sungguh kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan benar-benar membuat hati-hati kalian berselisih.” (HR. Bukhari Muslim).
Tuma’ninah dan Khusyu’
Tuma’ninah merupakan bagian dari rukun shalat. Tidak terburu-buru, diam dan tenang. Tuma’ninah baik ketika rukuk, sujud dan duduk diantara dua sujud. Sampai Rasulullah mengatakan tiga kali kepada seorang, “Kembali, ulangi shalatmu. Sesungguhnya engkau belum shalat.” (HR. Bukhari). Inilah satunya-satunya ibadah yang diperintahkan untuk kita tuma’ninah.
Bahkan dikatakan orang yang terburu-buru dalam shalatnya diibaratkan shalat seperti ayam yang berpatuk-patuk. Tidak khusyu’ juga bisa mengurangi kesempurnaan pahala. "Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah mengerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya." (HR. Abu Dawud).
Mendahului Imam
"Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku'. " (HR. Bukhari).
            Berjalan di depan orang yang Shalat
Baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat Jum'at. Rasulullah bersabda, "Jika orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mengeraskan Suara Hingga Mengganggu Orang di Sekitarnya.
Ibnu Taimiyyah menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain sedang shalat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karena akan mengganggu mereka.” Sebab, Nabi pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika mereka shalat ashar seraya bersabda, "Hai manusia setip kalian mencari pertolongan dari Rabb kalian. Namun demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian."
Semoga kita temasuk, “Orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 9). "

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_