“Jika
ingin terkenal, jadilah yang aneh”
_pepatahArab
Pepatah ini semakin terbukti disaat
orang rame-rame mencari cara untuk bisa terkenal. Mulai bicara ngawur
saat wawancara, memberi fatwa aneh. Sampai menimbulkan menimbulkan kegoncangan
sosial. Orang lebih tertarik pada hal-hal yang aneh. Rame-rame buat sensasi.
Menikah di
bawah laut-lah. Memang sih yang kontroversial selalu jadi mimik
perhatian.
Suatu kesempatan berdiskusi hangat
dengan Bapak dari seorang teman. Terinspirasi dari pemikiran Moh. Hatta, ia
mengatakan, “Untuk menghasilkan ide kreatif, cemerlang, gemilang, kadang kita harus
saling bergesekan, bertabrakan pikiran”. Layaknya sepeda, semakin kuat gesekan
rodanya, makin laju ke masa depannya. Sepeda itu hanya akan tetap stagnan,
diam, saat tidak terjadi pergesekan.
Menjadi kontroversial memang sah-sah
saja. Dan itu memang dibutuhkan layaknya sebuah sandiwara sinetron. Pemeran
antagonis adalah kunci utama dari titik klimaks sebuah skenario. Seru tidaknya
sebuah sandiwara hidup ada pada pemeran antagonisnya.
Hidup memang membutuhkan keanekaragaman untuk menghasilkan jalan yang indah. Pelangi membutuhkan berbagai warna dalam menciptakan keindahan hidup. Hidup yang lurus-lurus tidak akan memberikan tantangan. Terkadang dibutuhkan jalan berbelok, untuk sejenak menikmati jalan yang lain yang tidak pernah kita sangka duga sebelumnya. Agar kita tahu, menikmati hidup sebagai sebuah kesyukuran.
Begitupun, dalam membuat judul
menarik diperlukan bahasa yang sedikit ‘menggigit’. Sesekali membuat pembaca
penasaran, ingin mengecap kata paragraf berikutnya. Namun apakah memang
segitunya jadi pemeran kontroversial?
Nggak juga sih,
anda tidak perlu se-antagonis gitu. Selalu mencari-cari perbedaan dalam
persamaan. Ada batasan-batasan syar’i-nya. Jangan sampai menjadi jalan menuju jurang
yang lebih terjal.
Bukan berarti anda harus menyetujui
ikut miss-miss-an biar jadi ratu dunia. Ini namanya kehancuran. Namun perbedaan
yang memang dalam ruang lingkup kreatifitas. Bukan kreatifitas beragama
berkedok sunnah. Sebab jelas bid’ah itu sesat.
Kalau dalam hal agama, sering diistilahkan mahhali ijtihad.
Dan itu memang ada. Setiap ulama bisa saja berbeda pendapat lantaran pemahaman,
penelitian mereka terhadap suatu dalil yang belum pasti hukumnya. Dan ijtihad
inipun ruang lingkupnya hanya pada masalah fur’iyyah, cabang agama. Bukan masalah
ushul, seperti akidah.
Ada kisah menarik dari seorang yang selalu ditanya pada
masalah, selalu jawabnya, “Fiihi ikhtilaf, minimal qoulain, ada perbedaan, dua
pendapat”. Hingga akhirnya iapun ditanya tentang tauhid. Lagi-lagi ia masih
menjawab, “Ada dua pendapat”. Penanya sudah khawatir jangan-jangan ia sudah
murtad, kafir, kenapa tauhid ada dua pendapat.
Sederhanya ia menjawab, “Dalam masalah tauhid ada dua
pendapat. Pendapat orang kafir dan orang beriman”.
Sejatinya, kontroversi yang kita maksud bersifat positif.
Jadilah orang yang asing sebagaimana dalam hadits, “Islam akan datang dalam
keadaan asing. Dan akan kembali menjadi asing. Maka beruntunglah orang yang
asing tersebut”.
Hari gini, celana cingkrang, berjenggot, tidak pacaran, atau
muslimah memakai cadar jilbab hitam besar adalah contoh sebagian orang asing
itu. Namun, ketahuilah! dalam menegakkan
kebenaran terkadang kita harus menjadi orang kontroversi. Ingin menegakkan
sunnah justru dianggap sebagai orang asing. Maka beruntunglah orang yang asing
tersebut!
0 komentar:
Posting Komentar