Seorang alim ulama se-zaman Imam
Bukhari punya kisah menakjubkan diakhir hidupnya. Imam Abu Zur'ah juga seorang Imam ahli
hadits. Namun sebagian menurut kita agak asing namanya. Lebih kenal Imam dengan Imam Bukhari. Begitulah Allah melebihkan Beliau dari Imam-imam ahli hadits lainnya. Alaa kulli hal, Imam ini juga punya banyak murid-murid mengambil, meriwayatkan hadits darinya.
Ada kisah menarik saat-saat menjelang
wafatnya, sedikit lagi akan sakratul maut. Saat itu murid-muridnya sudah hadir mengelilingi sang guru. Namun tidak semudah mentalqinkan syekh-nya yang alim itu. Tentu mereka segan.
Ada kisah menarik saat-saat menjelang
wafatnya, sedikit lagi akan sakratul maut. Saat itu murid-muridnya sudah hadir mengelilingi sang guru. Namun tidak semudah mentalqinkan syekh-nya yang alim itu. Tentu mereka segan.
Maka mereka-pun mencari cara
bagaimana beliau bisa ditalqinkan mengucapkan kalimat Laa ilaha
illallah. Singkat cerita, dibacakanlah hadits yang beliau ajarkan pada mereka.
Hadits yang memuat kalimat tauhid tadi. Mulailah murid-muridnya bergantian
membacakan sanad silsilah rijal sampai perawi haditsnya. Hadits diriwayatkan dari Fulan, dari Fulan.. hingga tibalah giliran, "Man
kaana akhiru kalaamihi..." sejenak orang-orang-pun hening terdiam. Berharap
syekh tadi melanjutkan haditsnya.
Dengan taufik dari Allah, sang Imam-pun melanjutkan, “Laa ilaha illallah” disaat nyawa-nya pun dicabut.
Kemudian muridnya menutup, “Dkhalal jannah, masuk surga”. Subahannallah!
Begitu indah skenario hidup sang Imam
tadi. Hingga dipanggil oleh Allah dalam keadaan mengucapkan kalimat tauhid. Dan
itulah sebaik-baik penutup hidup.
Namun
bagaimana kita bisa melakukan hal yang sama menemui Khusnul khatimah?
Mungkin diantara kita mengatakan, “Begitu mudahnya mengucapkan kalimat tauhid
ini, apa susahnya”. Tidak semua orang diberikan kekuatan untuk melakukannya.
Sebab mengucapkan kalimat ini bergantung sejauh mana kita menerapkan
konsekuensi syahadat. Bagaimana kita menerapkan konsekuensi dalam amalan
keseharian.
Dalam melakukan start beramal,
“Sesungguhnya amalan itu bergantung pada niatnya”. Jaga keikhlasan niat
beramal. Kemudian saat melakukan amalan perhatikan, “Sesungguhnya amalan
dinilai dari penutupnya”. Apakah akan ditutup dengan khusnul khatimah ataupun
suu’ khatimah.
Ibnu Katsir pernah mengatakan, “Siapa
yang hidup pada sesuatu, maka iapun akan diwafatkan dalam sesuatu itu. Dan
barangsiapa yang diwafatkan dalam sesuatu, akan dibangkitkan sebagaimana”.
Orang yang selalu melakukan suatu amalan maka besar kemungkinan besar ia akan
dipanggil dalam keadaan tersebut.
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Amalan orang
yang lalai hanya akan menjadi kebiasaan. Sedangkan kebiasaan orang yang
senantiasa memeriksa niatnya akan bernilai ibadah”.
Kaidah yang biasa disebutkan ulama, “Al-‘Ibratu
laisa binaqsil bidaayah, walaakin bikamaalinnihayah. Ibrah bukanlah diukur dari
kekurangan awalnya. Tetapi kesempurnaan pada akhirnya”. Artinya seseorang
dinilai bukan dari awalnya, namun ditentukan akhirnya. Apakah ia mengakhiri
hidupnya dengan kebaikan atau ditutup dengan keburukan.
Mudah-mudahan kita termasuk orang
yang mengakhiri, menutup hidupnya dengan kebaikan, khusnul khatimah, semoga!
0 komentar:
Posting Komentar