Social Icons

Pages

Guru Cinta




“Mendidik  setahun, tetapi berarti seumur hidup!”

Hidup memang terlalu singkat untuk dilalui. Bahkan umur yang singkat itu tidak cukup untuk mengerjakan segala kebaikan. Namun manusia yang cerdas adalah bisa memafaatkan waktunya sebaik mungkin. Nah, untuk membuat hidup yang singkat lebih berarti adalah meninggalkan karya. Bahkan membangun peradaban. Salah arsitek peradaban manusia adalah guru. Siapa yang tidak kenal dengan guru? Semenjak jaman dahulu sampai sekarang ia selalu menjadi sumber inspirasi sejarah kehidupan manusia. Ada apa dengan guru? 
Guru memang profesi yang cukup sederhana, tetapi bukan berarti mudah dilalui. Berapa  banyak orang besar hari ini,  lahir dari kaderisasi seorang guru. Dahulu profesi guru itu cukuplah sederhana sekali. Belum ada yang namanaya PNS seperti saat ini. Bahkan mereka sama sekali tidak digaji. Dan memang begitulah tujuannnya, bukanlah untuk mencari tanda jasa. 
Lihatlah generasi salaf terdahulu sampai rela mengajar bertahun-tahun tanpa upah. “Sebaik-baik diantara kalian adalah yang belajar dan mengajarkan al-Qur’an”.  periwayat hadits ini mengatakan, “Saya  bertahan mengajar al-Qur’an hanya karena hadits ini”.  Begitu penuhnya kesabaran dan cintanya pada ilmu.
Namun, satu hal yang telah hilang saat ini, “Guru Cinta”. Guru yang tak sekedar mengajar, tetapi juga mendidik penuh cinta dan keikhlasan. Kita mungkin lebih teringat, “Guru tanpa tanda jasa” . Bukan berati menjadi guru itu tidak mengharapkan imbalan. Tetap mencari pahala dunia akhirat. 
Kenapa banyak pengangguran? Boleh  jadi ilmunya tidak berberkah. Kenapa tidak berberkah? Segera baca, buku inilah akan menjawab penasaran anda.  
Meskipun belum dijelaskan bagaimana salaf as-solih terdahulu menjadi guru yang baik sekaligus murid beradab.  Tetapi penulis akan berusaha mengajak anda, Bagaimana seharusnya kita menjadi guru, bukan sekedar mengajar tetapi juga mendidik dan membina generasi qur’ani. Mendidik dengan akhlak keteladanan. Ia akan menceritakan sendiri pengalamannya, bagaimana serunya menjadi guru. Apalagi mengajari anak-anak yang belum tahu sama sekali membaca. Membaca huruf dan kehidupan ini. 
Bagaimana menjadi pendidik yang baik, menghadapi anak nakal dan berbagai karakter. Bahkan membuat kelas itu tetap tenang. Mendidik secara sederhana, tetapi bermakna . Terbukti hasil didikan beliau membekas saat siswanya  disuruh mengarang. Tak pernah luput dari penggalan paragraf karangan siswanya, ibu guru Maryam.
Jika  membaca awal-awal tulisan, anda akan merasakan bagaimana serunya menjadi guru “dadakan”. Sampai bikin gemes gurunya lantaran “putus asa” menghadapi siswa bandel.  Dari sudut pandang orang pertama, Penulis mampu membuat pembaca terlibat langsung dalam setiap penggalan kisahnya. Jangan lewatkan setiap kisahnya tanpa mengambil hikmah di dalamnya! 
            Dengan petikan percakapan, membuat kisah ini lebih hidup. Ditambah lagi dialek khas bugis mampu membuat pembaca lebih dekat corak kehidupannya. Buku ini sangat cocok bagi siapa saja mengimpikan guru idaman. Terutama guru paling sederhana, madrasah keluarga. Guru yang tak sekedar mengajar, tetapi juga mendidik dengan hati, penuh cinta!
(resensi buku, Hanya Padamu Penuh Cinta karya Maryam Imilda)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_