Social Icons

Pages

Cinta itu Pasif, Anda Harus Aktif!


Fitrah yang Menjadi Fitnah

Entah sampai kapan, setiap orang punya cerita tentang cinta. Sampai –sampai semua orang angkat bicara tentangnya, padahal itu hanya lah kata benda, “Ada apa dengan cinta?”.
Sekaliber anak SD kelas 2 sudah bisa berpuitis, “Ikan hiu makan selang,
I love you sayang”. Tentu pernyataan anak kecil tadi bukanlah hal kebetulan. Ataukah memang ia  sudah paham betul arti pembicaraannya?
            Tanpa mereka memahami arti dari cinta itu sendiri sudah bisa dipahami, Cinta itu fitrah! Tanpa dipaksakan dipelajari-pun akan terungkap, entah dengan proses ilmiah. Akan muncul dengan sendirinya. Two cannot be hidden, cough and love! Jika cinta itu memang fitrah, untuk apa kita mengenalnya?
Setiap kita dilahirkan dalam fitrah islam, namun peran lingkungan terutama keluarga sangat menentukan. Meskipun cinta adalah fitrah, tetaplah kita meminta hidayah dan taufiknya untuk cinta haqiqi.
Ibarat pedang, kalau ingin mencari pedang asli. Maka jangan pergi ke pasar-pasar. Cari langsung ke pandai besi pembuatnya.  Untuk mencari cinta sejati, maka carilah langsung ke sang PenciptaNya.
Tidak sedikit juga orang salah kaprah dalam memahami cinta. Cinta itu melambangkan kesucian dan ketulusan hati. Sampai Allah pun kelak memanggil, “Manakah orang-orang yang saling mencintai dulu ketika di dunia karena aku?”. Cinta tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia-lah yang menggunakannya secara salah.
Mereka menganggap cinta itu sebatas lawan jenis. Penuh dengan taburan bunga. Hingga menghalalkan segala macam cara. Demi, “Aku cinta padanya!”. Sampai berani berjanji, “Aku akan hidup semati denganmu”. Padahal orang tadi baru ditemuinya, sudah cukup memalingkan pandangannya. Memang kita hanya butuh sedetik untuk memandangi, semenit sudah cukup merasakan dan sejam sudah bisa mengungkapkan. Katanya, seumur hidup itu tidak cukup untuk sekedar melupakan!
Namun bagaimana jika seseorang benar-benar “jatuh” dalamnya lantas menyalahkan cinta? Bahkan menganggap, “Cinta itu pengkhianat dan ujungnya adalah kebinasaan”. Cinta bukannya dimusnahkan, tetapi digunakan sebagaimana mestinya.
Banyak orang mengaku sebagai islam, namun disaat yang sama ia syirik, berbuat bid’ah dan maksiat. Lalu kita menyalahkan islam? Tidak sedikit pula aliran-aliran sesat mengaku berlandaskan al-Qur’an sunnah. Bukan al-Qur’an yang salah, tetapi orangnya salah memahami.
Cinta adalah anugrah dari Allah yang terbesar. Allah azza wa jalla hanya membagi-bagikan 1% kasih sayangNya pada makhluknya. Tetapi itu sudah cukup membuat kuda mengankat satu kakinya agar tidak menginjak anaknya. Padahal seekor kuda mana-pun tidak akan punya akal. Dengan kasih sayang tadi, sudah bisa menjamin rezki seekor semut di ujung lubang. Bahkan ikan paus di kedalaman laut gelap gulita. Tetapi memang hanya sedikit yang mau bersyukur!
Karena cintalah, seorang bisa bertahan dalam perjuangan. “Saya melakukan ini untuk orang-orang yang saya cintai!”. Dan itulah rumus kehidupan, ketika anda bisa mengubah cinta itu dari kata benda menjadi kata kerja! Entah dengan imbuhan ber-  atau men-.
Cinta juga tidak semanis yang kita bayangkan. Karenanya kasih sayangNya 99% dipersiapkan khusus di hari kelak untuk para pecinta sejati. Orang-orang yang tidak terlena dengan cinta semu. Pengorbanan butuh cinta, apalagi cinta lebih butuh pengorbanan. Karena, ““Neraka dikelilingi oleh syahwat dan surga dikelilingi oleh hal yang tidak disukai.” (HR al-Bukhari)
Jika cinta itu jujur, tentu akan menaati apa yang dicintaiNya. Kata syair Arab,  Banyak mengaku mencintai si Laila, tetapi Laila sendiri tidak pernah mengakuinya. Cinta yang haqiqi disertai pembuktian. Sebagaimana iman tak sekedar pemanis lisan, tetapi diserati bukti nyata.
Maka fitrah yang menjadi fitnah, cukuplah kita menggunakan sebagaimana mestinya. Sesuai yang diinginkan sang penciptanya. Tentu Ia lebih tahu apa yang tebaik untuk kita.
Anda bisa saja mencintai siapa saja, tapi ingatlah, “Ia belum tentu milikmu!”. Cinta tak selamanya harus memiliki, tapi milikilah cinta itu! Kita bisa saja mencintai sapa saja, tetapi belum tentu kita nikahi. Dan orang yang kita nikahi, tentu kita harus mencintainya.
Kita  sadar kadang “terjatuh” dalam cinta. Tetapi bukanlah penghalang untuk kembali “bangun” cinta. Itu wajar dan semua orang pernah jatuh di dalamnya. apakah kita akan terluntah-luntah jatuh selamanya. Bangkitlah menyambut cintaNya.
Milikilah apa yang engkau mau, suatu saat kamu pasti kehilanganya. Cintailah sesuka hatimu, kamu pasti berpisah dengannya. Berbuatlah semaumu, kamu akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan hiduplah sesukamu, engkau pasti akan kembali padaNya. Cintailah sekedarnya, jika suatu saat harus membenci sekedarnya.
 Cintamu padanya tidaklah musti dimusnahkan dalam goresan-goresan sejarah. Cukuplah kamu menulisnya dalam lantunan do’a-mu. Biarkanlah pesan langit mengabarkan dari Lauh Mahfudz. “Aku tahu rezkiku tidak mungkin diambil orang lain, maka  akupun tidak perlu tamak rakus terhadap dunia. Dan kutahu jodohku tidak mungkin tertukar dengan orang lain. Dan akupun bersabar dengan pilihanNya”. Ingatlah, Allah tidak pernah salah apalagi tertukar mempertemukan hambanya. Apa yang Allah pilihkan untukmu itulah yang terbaik!
Carilah cinta tak sekedar meliputi permadani bumi, tetapi cinta yang menembus waktu dan zaman. Karena, “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 Muhammad Scilta Riska,
(Alhamdulillah, Juara 1 Lomba Artikel Bedah Buku Islami BEM FMIPA UH 2013)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_