Social Icons

Pages

Kata-kata hikmah dari Imām Abū Ḥanīfah




Banyak kata-kata hikmah yang disandarkan sebagai ucapannya, di antaranya: “Jika ada ḥadīs yang kuat, maka ḥadīs itu adalah pendapatku, dan tinggalkanlah perkataanku dan gantilah dengan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.[1]



Dalam keterangan lain, ada beberapa kata-kata hikmah yang juga disandarkan kepada beliau:
لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناهوقال: حرام على من لم يعرف دليلي أن يفتي بكلامي؛ فإننا بشر نقول القول اليوم ونرجع عنه غدا . وكذلك قال: إذا قلت قولا يخالف كتاب الله تعالى وخبر الرسول فاتركوا قولي
“Tidak halal bagi seorang pun yang mengambil pendapat kami selama dia belum tahu dari mana kami mengambil pendapat kami itu.”
Beliau juga berkata, “Haram atas siapa pun yang tidak mengetahui dalilku lalu dia berfatwa dengan fatwaku, karena kami juga manusia yang bisa berpendapat pada hari ini lalu kami meralatnya esok hari.”
Beliau juga berkata, “Jika pendapatku bertentangan dengan Kitabullah dan Sunah Rasulullah, maka tinggalkanlah pendapatku.”[2]
Kehebatan dalam berdebat
Ada peristiwa unik dan mengagumkan tentang Imām Abū Ḥanīfah dalam hal ini, sebagaimana diceritakan Imām Al-Żahabī. Khalīfah Al-Manṣūr hendak menjadikannya sebagai seorang pejabat tinggi, yaitu sebagai Qāḍi (semacam hakim agung saat itu). Raja memaksanya, namun Imām Abū Ḥanīfah menolaknya.
Mughiṡ bin Budail bercerita, bahwa Al-Manshur memanggil Imām Abū Ḥanīfah untuk dijadikan sebagai Qāḍi (hakim agung), maka terjadilah dialog:
Berkata Khalīfah, “Maukah kamu menduduki jabatan yang sekarang dibebankan kepadaku?”
Imām Abū Ḥanīfah menjawab, “Saya tidak layak.”
Khalīfah menimpali, “Bohong kamu!”
Lalu di antara jawaban Abū Ḥanīfah yang membuat Khalīfah tidak bisa berkata-kata, dan menunjukkan kehebatan Abū Ḥanīfah dalam berdebat dan ilmu logika, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Rābi’ Al-Hājib berikut ini:
Abū Ḥanīfah menjawab, “Demi Allah, jika dalam keadaan senang saja aku tidak amanah, maka bagaimana bisa amanah jika aku sedang marah? Pokoknya aku tidak layak!”
Al-Manur berkata, “Kamu bohong!”
Abū Ḥanīfah menjawab lagi, “Kalau begitu, bagaimana bisa Anda menjadikan seorang pembohong sebagai hakim?”[3]
“Ya, kalau memang sudah tahu aku ini pembohong kok masih diangkat juga sebagai hakim?” Inilah jawaban Abū Ḥanīfah untuk mengelak menjadi seorang pejabat negara.


[1] Syaikh Abdul Hay bin Fakhruddin Al-Hasani Al-Ṭālibi, Nuzhah Al-Khawāthir,  juz VI, h. 707.
[2] Syaikh Mas’ud An-Nadwi, Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum wa Muftara ‘Alaih, h. 55.
[3] Al-Żahabī,  Siyar A’lamin Nubalā, jilid 6, t.p.:t.t.p, h. 402.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_