Menuntut
ilmu merupakan ibadah paling mulia. Apalagi menuntut ilmu akhirat. Tidak akan sama kualitas ibadah antara yang
jahil dengan berilmu. Tidak sedikit
orang ingin belajar tetapi kesibukan
kerja menghalangi mereka. Akhirnya malas menuntut ilmu. Padahal menunutut ilmu
itu tidak mengenal batas usia, sampai benar-benar kamu dipanggil oleh-Nya.
Maka mumpung kamu masih
muda, pikiran masih
segar, pergunakanlah sisa hidupmu semaksimal mungkin. Kematian itu sudah pasti,
tapi apakah kita sudah pastikan punya perbekalan amal kebaikan?
Kenapa sih menjelang ujian kita selalu
dihantui oleh perhitungan nilai-nilai, antara lulus atau gagal? Ujian hanyalah
wasilah saja, untuk mengetahui apakah kamu benar-benar menguasai suatu ilmu. Niat
tetap harus dijaga. Boleh jadi ada orang sudah susah-susah belajar tetapi
tidak mendapatkan ilmu. Lantaran belajar hanya untuk ujian. Atau mencari
nilai saja?
Nah biar ujianmu tidak sia-sia begitu saja,
disini ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu.
Kecerdasan
Kecerdasan itu terbagi dua, ada faktor
keturunan dan diusahan. Kalau kecerdasan keturunan, memang bapaknya, neneknya
dan keluarganya sekumpulan orang cerdas.
Dan ini merupakan karunia Allah. Tidak
heran kita kadang mendapati satu keluarga guru, dokter, ulama dan lainnya.
Kalau belajar mungkin cuma butuh lihat satu
kali pelajaran sudah bisa ngerti dan menjelaskan. Tetapi kalau kamu tuh
golongan kedua, ini butuh kerja ekstra. Tetapi tenanglah semua bisa asalkan
kamu mau.
Memang satu, dua, tiga sampai enam kali ulang
pelajaran tidak ngerti-ngerti juga. Susah menghafal, nggak cukup
kalau Cuma dijelasin sekali saja. Kalau kamu bersabar mungkin ketujuh kalinya
sudah paham. Kamu Cuma butuh banyak latihan. Sama aja pisau harus selalu
diasah biar nggak tumpul. Bahkan batu itu bisa lubang hanya karena
tetesan air. Dan otak kita tidaklah sekeras batu. Yah intinya, musti memperbanyak
muro’jaah, mengulang-ulang pelajaran. Fil ‘aadah, ‘ifaadah,
setiap pengulangan selalu ada faidahnya.
Semangat
Imam al-Gazali pernah mengatakan, “Jika engkau kehilangan harta, itu hanyalah kehilangan sedikit. Ketika engkau kehilangan keluarga, sungguh telah kehilangan banyak. Tetapi, jika engkau kehilangan semangat, ide, tujuan hidup, impian dan harapan. Sungguh engkau telah kehilangan segalanya.”
Maka
kamu harus punya target. Sebagaimana Nabi Musa tidak akan berhenti
sebelum menemukan Khaidir meskipun berabad-abad. Untuk apa? Belajar pada
beliau.
Trus kenapa kita kadang tidak semangat
belajar? Tanya dirimu, “Apakah memang benar saya mencintai pelajaran ini? Atau
hanya pura-pura mencintai karena terpaksa harus belajar?”. Sebenarnya fisika,
matematika, kimia dan pelajaran apapun itu rumusnya cuma satu, “Cintailah
pelajaranmu”. Kalau sudah
mencintainya, kamu tidak akan bosan dan terus mau bersamanya. Tidak ada
pelajaran yang susah, jika kita mau mempelajarinya. Nikmatilah belajar itu
sebagai karuniaNya. Dan bukan beban hidup.
Bersungguh-sungguh
Tidak cukup semangat, “Saya mau jadi begini
begitu” tetapi tidak pernah buka buku. Bagaimana ilmu itu bisa datang kalau
kamu hanya duduk santai, main game, nonton, malas membaca, banyak tidur,
bergurau, foya-foya, bahkan bermakisat na’udzu billahi min dzalik. Dan ilmu itu
bukanlah warisan keluarga. Kamu baru saja lahir langsung jadi ulama.
Imam Syafi’I pernah mengatakan, “Seorang
tidak akan mendapatkan ilmu sebelum ia merasakan derita belajar”. Sesuatu yang luar biasa, selalu dimulai
dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh. Mungkin kamu akan kurang makan,
tidur, kurang main tetapi yakinlah pahala akan sesuai kerja kerasnya. Bahkan
Imam Bukhari harus melakukan perjalanan sebulan hanya untuk mencari hadits.
Katanya mau jadi ilmuan, ulama tapi
malas belajar. Hanya belajar dihari-hari ujian. Bagaimana memasukkan air satu
ember dengan tergesa-gesa ke mulut botol kecil? Orang rajin dan malas itu
sama-sama punya rasa malas, bedanya? Orang rajin itu lebih banyak malasnya
daripada orang malas, kenapa? Orang
rajin selalu melawan rasa malasnya, orang malas sekali ditaklukkan sudah jadi
malas.
Sungguh-sungguh juga identik dengan konsisten bin istiqomah. Meskipun kamu sudah seratus persen mengeluarkan kerja kerasmu untuk menuntut ilmu. Maka ilmu itu hanya memberikan seperdua darinya. Bagaimana lagi kalau kamu cuma setengah- setengah belajar?
Hindari Maksiat
Imam Syafi’I pernah bersyair, “Ilmu
itu cahaya. Dan cahaya tidak akan masuk pada orang yang bermaksiat”. Nah,
kenapa kadang adta pelajaran susah masuk, semisal hafalan al-Qur’an? salah satu
penyebabnya adalah dosa maksiat kita. Sampai seorang ulama pernah terlambat
bangun shalat lail lantaran dosa yang dilakukannya disiang hari. Maka ilmu yang
mulia akan masuk pula pada hati yang bersih suci.
Dosa maksiat ibarat noda, dan akan
perlahan-lahan menjadi titik menutupi hati kita. Maka tidak ada jalan lain kecuali
bertaubat pada Allah dan tidak akan mengulangi lagi. Dan itulah makna taqwa,
berhati-hati dalam melakukan apa saja jangan sampai terjatuh dalam dosa. “Bertaqwalah
kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu.
Nah mudah-mudahan kamu tambah
semangat dalam belajar! Biar menuntut ilmu tidak menjadi sia-sia dan bernilai
pahala disisiNya insyaAllah! Sekian, nantikan tips berikutnya!
(Dimuat di Majallah Sedekah Plus edisi perdana, Februari
2014 M).
0 komentar:
Posting Komentar