a. Sifat-Sifat dan Penampilan
Imām Abu Nu’aim menceritakan bahwa Imām Abū Ḥanīfah
berparas tampan, jenggotnya rapi, pakaiannya bagus, sendalnya bagus, dan
dermawan bagi orang di sekelilingnya.[1]
Tidak hanya itu, Imām Abdullāh bin Al-Mubārak
mengakui, “Tidak ada yang seberwibawa majelisnya Abū Ḥanīfah, dahulu para ahli fiqih menirunya, dia berperilaku baik, wajahnya
bagus, dan pakaiannya bagus.[2] Abū Ḥanīfah tampan wajahnya, bersih pakaiannya. Dan dia seorang
pedagang banyak hartanya.” Berkata
Abdurrahman Ibnu Muhammad Ibnu Mugīrah, “Aku melihat Abū Ḥanīfah orang tua
yang memberi fatwa kepada manusia di mesjid Kūfah dengan memakai songkok hitam
panjang.”[3]
Beliau penenun sutra dan menjualnya, di toko miliknya
yang terkenal di rumahnya Amru bin Huraiṡ.[4] Salah seorang kawan dan muridnya, Imām Abu
Yūsuf bercerita, “Abū Ḥanīfah rahimahullah laki-laki yang
berperawakan ideal, tidak pendek, dan tidak tinggi. Dia adalah manusia yang
paling bagus tutur katanya, dan paling bagus suaranya ketika bersenandung, dan
paling bisa menerangkan kepada orang lain apa yang diinginkannya.[5]
Dalam Al-Adab Al-Syar’iyyah, Imām Ibnu
Muflih berkata: “Berkata pengarang Al-Muhiṭ dari
kalangan Ḥanafiyah, dan diriwayatkan bahwa Abū Ḥanīfah rahimahullah memakai
mantel mahal seharga empat ratus dinar, yang menjulur hingga sampai tanah. Maka
ada yang berkata kepadanya, “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abū Ḥanīfah
menjawab, “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku
sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.”[6]
Kisah ini menjadi petunjuk bahwa Imām Abū Ḥanīfah
merupakan salah satu Imām yang membolehkan Isbāl (menjulurkan
pakaian hingga melebihi mata kaki), kecuali jika dibarengi dengan sombong (khuyalā’).
0 komentar:
Posting Komentar