Sobat muda, dua
tulisan sebelumnya sudah kita utarakan akan keyakinan dan kejujuran. Nyatanya
dua kutub ini saling bersinggungan dalam suatu sumbu kehidupan. Ya, mereka
bertemu pada satu titik bernama
“cinta”. Sebab cinta tidak pernah mengkhianati keyakinan
dan kejujuran.
Adalah sebuah
kekhilafan ketika kamu mengaku cinta tapi tidak pernah berfikir tentangNya.
Dijawab, “Aku mencintai Allah dan RasulNya”. Lantas di rumah, di sekolah,
tempat kerja, dimanapun itu adakah kamu mengingatNya?
Cinta itu
ketaatan. “Jika cintamu jujur, tentu kamu akan menaatiNya(apa yang dicinta)”
seperti kata Ibnul Qoyyim. Sejauh mana pengabdian, penghambaanmu padaNya
sebegitu juga kecintaanmu. Tanda cinta pada Nabi bukan pula dengan merayakan
kelahirannya. Sejauh mana kamu mengamalkan sunnah-sunnahnya tapi.
Apa setiap
yang kamu lakukan sudah diridhoi dan dicintaiNya? Jika tidak, sama saja cinta
bertepuk sebelah tangan. “Banyak yang mengaku cinta kepada si Laila, tapi
Laila sendiri tidak pernah mengakuinya” kata pepatah Arab.
“Mencintai
sebagaimana kecintaan yang kita cintai adalah bagian dari mencintainya”
sebutku.
Sejatinya cinta
menjadi inspirasi kamu membranding diri. Motivasi dalam menuntut ilmu terutama.
Kenapa pelajaran susah? Rumusnya cuma satu. “Cintailah pelajaranmu”. Hadirkan
cinta pada apapun yang kamu lakukan. Dalam makna ibadah tentunya.
Memaknai
Cinta
Kala islam
masih berjaya, seorang pendeta Romawi berpidato dihadapan para pengikutnya. “Sungguh anak-anak muda kita hari ini telah
mengikuti tradisi orang-orang Arab (islam) itu.” Hatta mereka
mengungkapkan rasa cintanya dengan bangga, “Ana uhibbuka.” Bahasa Arab
adalah alasan untuk disebut manusia modern. Tapi coba liat sekarang kebalik kan. Justru pemuda islam
bangga menggunakan bahasa orang Barat. Nggak gaul kalo pake bahasa Arab
melulu.
Belum lagi
merayakan Valentine Day’s, jelas-jelas ini bukan dari islam. Merujuk
tafsir cinta versi Barat. Menghalalkan
pacaran, alasan
penjajakan menuju jenjang pernikahan. Toh tidak sedikit artis pacaran juga
gonta ganti pasangan. Cinta tak muluk-muluk, hanya orang-orangnya yang rumit
berbelit. Serupa cerita sepuluh tahun pacaran tapi akhirnya tidak juga menikah.
“Demi cinta, aku akan hidup semati” ngakunya.
Atas nama cinta legalkan
zina. Jangan sekali-kali menyandingkan cinta dengan kedustaan!
“Cinta hanyalah kata benda, namun menjadi kenangan yang hidup di tengah-tengah manusia“@MuhammadScilta.
Adapula
mendahului cinta dengan “jatuh”. Namanya juga jatuh, benar-benar merasakan
pesakitan. Coba awali dengan kata “bangun” biar tegar. Seteguh bangunan
memegang erat pondasinya. Adapula memasangkan kata “buta”. Karena dia bingung
sendiri akan cintanya. Seperti karya Dr. Adian Husain, KEMI: Cinta kebebasan yang
tersesat. Cinta dunia takut mati.
Cinta itu
fitrah. Allah membagi-bagikan 1% pada semua makhluknya
dari 99% dipersiapkan akhirat kelak. Tetapi itu sudah cukup membuat seekor kuda
tidak menginjak anaknya. Padahal binatang manapun nggak bakalan punya
akal. Dengan kasih sayang pula, sudah bisa menjamin rezki seekor semut di ujung
lubang. Sampai ikan paus di kedalaman gelap gulita.
Jangan gegabah memahami cinta. Al-Hubb
itu melambangkan kesucian dan ketulusan hati. Kelak Allah memanggil, “Manakah
orang-orang yang saling mencintai dulu ketika di dunia karena aku?”
Cinta itu
totalitas. Bukan setengah hati. Ketika kamu berlebihan mencintai sesuatu,
kamu-pun akan kekurangan mencintai yang lainnya. “Aku mencintaimu wahai
Rasulullah melebihi cintaku kepada yang lain kecuali diriku sendiri” sebutnya.
”Tidak wahai Umar, sampai aku lebih kau cintai daripada dirimu sendiri. Umar langsung
meralat, “Demi Allah, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri!”
“Bila engkau
tidak pernah merasakan cinta dan tak mengenal makna cinta. Sungguh kau takkan
pernah menemukan kebahagiaan hidup” ungkap
seorang penyair.
Cinta sesungguhnya
adalah cinta yang bisa mengantarmu pada cintaNya. Selebihnya ujian-ujian
perasaan. Masa muda adalah fase dimana kita masih butuh keyakinan untuk
mempertanggungjawabkan perasaan. Jika kamu tumpuk, simpan erat dalam diam itu
lebih baik.
“Maafkan aku
sebelumnya. Ada seorang lelaki di kota Madinah yang aku cintai sejak waktu”
ungkapnya. “Mengapa tidak dengannya atau menyesal menikah denganku?”penasarannya.
Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu wahai
Ali.”
Cinta sejati
itu selalu ada. Kamu tidak perlu merayakan cinta tiap tahun dengan sebatang
coklat. Tapi suatu akad dengan seperangkat alat sholat.
Bagi
sebagian lain, lebih memilih menyematkan cinta dengan “menunggu”. Baginya,
kesabaran adalah penantian bersama takdir. Bukannya mencari, cinta itu
menemukan. Entah kamu yang menemukan atau Allah yang mempertemukanmu.
Kala kamu hendak menemukan pedang
asli, jangan mencari di sembarang tempat. Pesan langsung pada pandai besinya.
Kalau kamu mengharapkan pendamping hati. Ajukan langsung pada Sang Penciptanya.
“Tetaplah diam meskipun ada tumpukan rasa dalam dirimu sedang berbicara. Tataplah senyummu walaupun matamu sudah meneteskan luka.” @MuhammadScilta
Bersabarlah
untuk kepastian yang lebih indah. Bukankah jarak diantara kamu dan dengannya
hanyalah waktu? Allah tidak pernah salah apalagi tertukar dalam mempertemukan
hambanya. “Memang, seseorang itu menyukai kepastian. Memastikan bersamamu
menggapai cintaNya. Jikalau belum bertemu kepastian, jangan sekali-kali
memberikan harapan” camkan itu!
Kelak Allah akan mempertemukan kita pada jalan yang sama,
(dimuat dalam majallah Sedekah Plus Edisi 13 Februari 2015)
0 komentar:
Posting Komentar