Anarkisme
geng motor kian meresahkan. Berbagai kejahatan dilakukan oleh
penjahat bermotor
ini. Mulai dari perampokan, menjarah supermarket, pencurian
dengan kekerasan sampai menelan korban jiwa. Meski beberapa diantara
mereka telah ditangkap oleh aparat keamanan, namun tetap saja muncul aksi-aksi
kejahatan di berbagai tempat.
Anarkisme
geng motor adalah satu dari sekian fenomena penyimpangan sosial. Untuk
meredamnya maka harus ditahu akar masalahnya. Ibarat mengobati penyakit maka
penyebab itu harus diketahui agar pengobatannya tepat, cepat sembuh dan tidak
kambuh lagi.
Minimnya
Pemahaman Agama
Minimnya
pemahaman agama adalah persoalan utama ummat ini. “Penyakit utama ummat ini”
pesan Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah. “Adalah kejahilan”. Ketidaktahuan mereka akan
agamanya sendiri. “Dan tidak ada obatnya selain al-Qur’an” lanjutnya.
Allah
telah menurunkan perangkat hukum tidak lain untuk mengatur kehidupan manusia.
Tidak ada yang lebih mengetahui solusi dari segala persoalan kehidupan kecuali
Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan. Tidaklah tercipta ketentraman hidup
melainkan bersumber dari wahyu. Dan semua itu ada dalam al-Qur’an, way of
life.
Semangat
mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya ditopang dengan pemahaman al-Qur’an dan
as- Sunnah. Disayangkan, kurikulum pendidikan tidak diiringi dengan pelajaran
ilmu syar’i yang memadai. Pelajaran agama dua jam setiap pekan tidak melebihi
porsi waktu pengetahuan umum.
Pencapaian
kecerdasan intelektual tidak selamanya berbanding lurus dengan aspek afektif
atau adab akhlaknya. IQ (Intelligence Quotient) alias kecerdasan
intelektual akan menurun pada usia tua. Sedangkan SQ (Spiritual
Quotient) itu akan terus berkembang meskipun usia senja.
Sehingga menanamkan SQ semenjak dini
harus mendapat porsi yang lebih. Ironisnya, tidak sedikit orang tua lebih
bangga anaknya menjadi juara satu kontes peragaan busana, menyanyi dll daripada
lomba menghafal al-Qur’an.
Perbaikan
generasi muda dimulai dari tarbiyah islamiyah, penanaman nilai-nilai al-Qur’an
dan as-sunnah sejak dini. Maka menuntut ilmu syar’i adalah peletakan pertama
peradaban islam. Ulama rabbani pemandu ummat tidak bisa dipisahkan dari
peradaban islam.
Ta’lim,
pengajian, kajian keislaman intensif adalah salah satu upaya memperbaiki akidah,
akhlak dan moral. Seringnya mendengarkan nasehat setidaknya menjadi muroqabah
mereka untuk tidak melakukan tindak keji kemungkaran.
Begitupun
mesjid, lumbung pengkaderan serta basis peradaban. Dulu, Mesjid Jami’ merupakan
istilah untuk setiap tiang-tiang pendidikan islam. Setiap orang yang hendak
mendalami ilmu tertentu akan belajar di Mesjid Jami’. Mesjid Jami’ inilah
kemudian berafiliasi menjadi Jami’ah berarti Universitas. Namun peran itu kini
tergantikan oleh tempat-tempat hiburan, mall, cafe atau perkumpulan ramaja yang
syarat akan perusakan akhlak generasi muda.
“Ada tiga
benteng pertahanan kaum muslimin. Pertama, jaga kampus agar tetap hijau,
sterilkan dari pengaruh pemahaman sesat. Kedua, semarakkan mesjid, aktifkan
pengajian, mejelis ta’lim dan remaja mesjid. Dan ketiga, hidupkan ilmu dan jaga
pesantren” begitu pesan bapak Muh. Natsir.
Hilangnya
Peran Keluarga
Sesungguhnya
penanaman akhlak generasi masa depan pertama kali pada keluarga. Dalam
al-Qur’an sampai disebutkan beberapa kali percakapan orang tua dengan anaknya.
Pendidikan anak bukanlah tugas institusi pendidikan sepenuhnya. Melainkan
kewajiban utama orang tua. “Wahai orang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Nabi
Ibrahim alaihi assalam notabene seorang Nabi terus berdo’a agar
keturunannya tidak terjatuh pada penyembahan berhala. Lihat pula hikmah dari
Lukman al-Hakim. “Wahai
anakku, janganlah kau sekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan menyekutukan
Allah (syirik) itu kedzaliman yang sangat besar.” (Luqman: 13).
Sebab tauhidlah akar dari segala kebaikan. Jika tauhid bermasalah, akan
tercermin pula pada penyimpangan akhlak perbuatannya.
Lebih
dipertegas lagi, “Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh
jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah
hati.” (HR. Bukhari Muslim). Walakin manusia lebih sibuk
mengurusi hal-hal yang zhohir daripada memperhatikan kesucian batinnya.
Membersihkan dari segala kesyirikan.
Hilangnya
pengawasan para orang tua sebagai madrasah bagi anak-anaknya telah tergantikan
oleh lingkungan pergaulan yang salah. Lantaran sibuk mengurusi perkerjaan dan
karier. Orang tua hanya mengurusi uang jajan selebihnya sekehendak anaknya.
Mereka butuh keteladan, sentuhan kasih sayang dan pengarahan dalam membalut
keimanan yang kokoh.
“Nak,
berhenti menangis ya. Sebentar dibawa ke mall.” Bukannya dibawa ke mesjid. Ada
apa dengan mall hingga anak-anak bahagia akannya. Disitu kita kadang miris,
paradigma materialistik, hedoinistik ditanamkan semenjak kecil. Kelak mereka
akan mengukur kebahagiaan dengan materi.
Berapa
banyak aksi kriminal dilakukan dengan alasan materi.
Hukum
Qishas
Beberapa
aksi anarkisme geng motor menimbulkan korban jiwa. Membunuh seorang tanpa
alasan syari’i tidaklah dibenarkan. Tidak pula kita menyebutnya ‘kenakalan
remaja’. Siapapun itu jika dia sudah akil baligh akan dikenakan hukuman. “Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
(QS. Al-Maidah: 32).
Kejahatan
yang dilakukan geng motor termasuk
tindakan kerusakan di muka bumi yang mendapat ancaman berat. “Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,” (QS. Al
Maidah 33).
Dengan
menegakkan hukum Qishas maka akan menimbulkan efek jera kepada pelakunya. Ini
adalah syariat Allah yang mulia. “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka
(pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya,
maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.” (QS: Al-Maidah
Ayat: 45). Semua yang terlibat berhak mendapatkan hukuman yang sama. Meskipun
hukumannya harus dilakukan setelah memenuhi syarat dan hanya boleh dilakukan
oleh pemerintah.
Kejahatan
bermotor yang sangat meresahkan
masyarakat ini telah menyalahi tiga dari lima maqashid asy-syariah yang
dijabarkan Asy-Syatibi, yakni; memelihara jiwa, menjaga akal dan harta benda.
Syariat sangat menjunjung tinggi darah setiap kaum muslimin. Tidaklah manusia
diciptakan melainkan ada tujuan kemuliaan. “Sesungguhnya telah kami muliakan
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan,” (QS. Al-Isra: 70).
Islam
hanya akan menjadi teori bukan solusi. Sampai ummat islam mengamalkan syariat islam
secara kaffah. Kita salut atas hukuman mati para narapidana narkoba. Adalah
lebih baik pula hukuman setimpal untuk para pelaku pembunuhan. Tidak lain untuk
kemaslahatan mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak, menciptakan rasa aman
dan tenteram bagi masyarakat. Karenanya, “Dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 179). Tidaklah syariat islam ditegakkan melainkan ada
mashlahat insaniyyah di dalamnya.
Memberantas
kejahatan apapun bukan tugas person-person. Pemerintah, pihak keamanan dan
setiap muslim ikut andil. Semoga hikmah dibalik kejahatan yang marak semakin
meningkatkan kesadaran kita dalam memperbaiki kondisi ummat. Sekecil apapun
perubahan itu sangatlah berarti dalam mengembalikan izzah islam dan kaum
muslimin. Pada akhirnya kita mendambakan Indonesia sebagai Baldatun
Toyyibatun wa Rabbun Gofurun. Wallahu ‘alam.
(dimuat
di buletin al-balagh edisi 19 Jumadil Awwal 1436 H)
0 komentar:
Posting Komentar