eramuslim.com/oase iman
by: Muhammad Scilta Riska
Suatu ketika pemuda tegar energik sebutlah namanya Umair,
di tepi Pulau Bunaken hendak merasai indahnya panaroma bawah laut dengan segala
persiapannya. Pulau yang tercantik kerajaan lautnya. Di badannya sudah
terbungkus baju penyelam, ditambah nafas oksigen serta kacamata. Tepat melekat
dikepalanya. Umair dengan segala persiapan menyelamnya, sudah siap-siap terjun
ke dasar laut untuk beberapa jam.
Dengan ucapan, “Bismillah”
hushh!!!, melompatlah ia mengarungi samudra pulau ini, tidak hanya menyelam,
berenang dengan berbagai gaya bebasnya. Disaat yang sama muncul seorang tak
dikenal juga menyelam. Tapi alangkah kagetnya dimeter sepuluh. Juga melakukan
hal yang sama, berenang dan meyelam. Meskipun dari dari kejauhan terlihat jelas
kedua jarinya melambaikan isyarat yang sulit dimengerti.
Ia takjub orang
ini bisa menyelam sampai ke dasar laut tanpa menggunakan apa-apa kecuali
sepotong baju dan celana di badannya!!!. Yah betul–betul aneh menyelam tak
memakai tabung oksigen, juga baju renang. Dengan apa ia bernafas di kedalaman
ini??? Dimeter 20 lagi-lagi, Umair bertemu orang asing tadi. Tetap saja
berenang tanpa tabung oksigen. Hanya gerakan tangannya lebih cepat bergerak
mengisyaratkan sesuatu yang tak bisa didengar.
Barulah di kedalaman 30 meter Umair mencoba mencari tahu,
mendekat, kenapa orang tadi bisa menyelam tanpa alat apapun? Kenapa? Denagn
terbata-bata mendekatlah umair berteriak, “kenapa kamu bisa menyelam???” nada
suaranya dengan radiasi tinggi. Suara pragmatis orang tadi ternyata bisa juga
mendengar sambil berteriak juga, “Saya tenggelam!!!” bukan menyelam!!!”
Yah itulah sekaliber gambaran hidup ini, kita harus sadar
akan hakekat kehidupan ini. Tak sekadar
bermodal nekat doang. Hidup ini bukan ajang coba-coba karenanya hanya
sekali. Butuh sebuah “way of life” belajar bagaimana hidup sesuai TitahNya.
Baju renang, oksigen, kacamata dan cara
berenang adalah satu paket harga yang tak ditawar lagi. Hidup adalah
samudra yang musti diarungi. Hanya orang-orang yang tahu cara berenang tidak
tenggelam akan fitnah gelombang dunia.
Sedari hakekat hidup dengan tidak hanya memakai mata,
tetapi juga telinga. Mata bisa saja dibohongi. Dari pada telinga mata hanya
bisa melihat yang zhahir saja terbatas pada pemandangan jarak tertentu. Tapi
telinga bisa mendengar meskipun tak terlihat oleh mata.
Itulah kadang kita temui orang buta tapi bisa mendengar
lebih bijak dari orang bermata dan bertelinga sekalipun. Jangan terlalu
mengandalkan mata, karena segala yang anda lihat mungkin bisa menipu. Apa
yang kita lihat baik blum tentu juga baik disisi Allah,
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216)
Anda mungkin takjub melihat orang bermegah-megahan dengan
dunianya. Mencari harta benda lalu hati membenarkan mata anda. “Ya betul aku juga ingin seperti itu”. Kemudian
hati menyuruh otak anda bagaimana cara mendapatkannya
dengan cara apapun. Mata mengira itulah kebahagiaan dunia. Ketahuilah apa yang
dilihat mata belum tentu didenganr baik-baik oleh telinga. Telinga belum
mendengar bagaimana permasalahan, kegelisahan dunia sebenarnya. Atau
dalam kebaikan, anda terheran –heran
ketika melihat seorang Ustadz bisa memberikan ceramah ditengah banyak
orang.
Populer dengan kata hikmahnya. Anda kagum ingin seperti
itu juga bisa terkenal. Punya banyak ilmu bisa menarik banyak perhatian. Anda
juga ingin seperti mereka. Lalu mengambil jalan yang sama, bahkan tak sedikit
mengambil langkah pintas tanpa melalui prosesnya. Mengira semua bisa instant.
Sadarilah ulama tadi bisa memberi banyak hikmah pada khalayak ramai, tidak
terjadi semudah yang kita bayangkan. Cobalah sesekali flasback apa yang telah
mereka lakukan. Mungkin penuh darah luka
perjuangan. Apa yang manis dimata anda belum tentu indah ditelinga.
Itulah juga Allah memerintahkan menundukkan pandangan,
tidak hanya dari melihat wanita-wanita tapi juga melirik dunia segala isinya.
Berhati-hatilah tundukkan pandangan anda pada fatamorgana dunia fana ini. Tapi
gunakan juga telinga sesekali melihat apa dibalik semua itu. Bersabarlah dengan
fitnah dunia.
Muhammad Scilta Riska
(Mahasiswa Ma’had ‘Aly Al-Wahdah STIBA Makassar)
0 komentar:
Posting Komentar