Social Icons

Pages

Perkembangan Mażhab Ḥanafi



 

1.      Definisi Mażhab

Menurut bahasa kata ‘mażhab’ berasal dari akar kata (ذهب-يذهب). Seperti kata (منع-يمنع, فتح-يفتح) yang merupakan bagian dari bab kata kerja al-`Ṡulāṡi al-Mujarrad’.[1]  

Menurut Bani al-Manāwī, mażhab secara bahasa bermakna tempat keberangkatan, dan waktunya, tempat asalnya, keyakinan, dan juga jalan yang diikuti, kemudian digunakan pada sesuatu yang menjadi sumber hukum.[2]
Menurut Istilah, Al-amawī dan al-Tājī menjelaskan bahwasanya kata ‘mażhab’ secara istilah yaitu, suatu produk yang dihasilkan oleh seorang mujtahid berupa hukum-hukum cabang syar’i ijtihādī yang diambil dari dalīl-dalīl ẓannī.[3]

2.      Perkembangan Mażhab Ḥanafi

Mażhab dalam islam jumlahnya banyak. Tetapi diantara mażhab-mażhab tersebut ada yang telah punah dalam waktu sekejap dan ada juga yang masih eksis selama beberapa waktu, namun juga pada akhirnya punah. Dulu, mażhab yang tersebar di Mesir adalah mażhab Imām Laiṡ Bin Sa’ad, namun akhirnya punah di akhir abad tiga hijriyah. Dan mażhab tersebar di Syam dan Andalusia adalah mażhab Imām al-Auzā’i, namun tidak diamalkan oleh pengikutnya. Hingga akhirnya punah pada akhir abad ketiga. Sedangkan mażhab Imām Abu Dāwūd bin Ali al-Ashibihani al-ahiri adalah mażhab tersebar di hampir seluruh negeri-negeri Islam, dan bertahan sampai abad ke-8 hijriyah, kemudian menyusul mażhab-mażhab lainnya yang sudah punah terlebih dahulu.
Adapun faktor penyebab tetap eksis dan tersebarnya mażhab-mażhab Imām yang empat, dari yang lainnya di kalangan kaum muslimin adalah setiap mażhab mendapatkan kesempatan untuk didukung dan diikuti kaum muslimin, dan juga kesempatan untuk dikodifikasi dan diperhatikan kitab-kitab, pokok-pokok, dan cabang-cabangnya.[4]
Adapun faktor yang menambah perhatian terhadap Imām empat dan pengkodifikasian karya-karya ilmiah tentangnya adalah ketika Dinasti Ayyubiyah menggantikan Dinasti Fathimiyyah di Mesir, hal pertama yang mereka lakukan adalah memindahkan kaum muslimin dari mażhab Syiah yang disebarkan Dinasti Fathimiyyah kepada mażhab-mażhab Sunni. Mereka juga memberi gaji baik kepada para murid maupun para gurunya, dan memberikan banyak kebaikan kepada mereka. Sehingga para murid dan guru tertarik untuk masuk ke madrasah-madrasah tersebut belajar fiqih sesuai mażhab-mażhab itu, dan berkhidmat kepada fiqih tersebut dengan melakukan penelitian, pengkajian dan penulisan.
alahuddin al-Ayyubi membubarkan pengajaran mażhab Syiah di Masjid Jami’ al-Azhar dan menggantinya dengan pengajaran fiqih Abū Ḥanīfah, Mālik, dan Syāfi’ī. Beliau juga mendirikan Madrasah al-Nāṣiriyyah untuk pengkajian fiqih mażhab Syafi’i secara khusus. Begitu juga dengan madrasah al-alahiyyah. Beliau juga mengubah rumah Abbas, seorang Menteri pada masa Dinasti Ubaidiyah menjadi madrasah untuk pengajaran Fiqih Abū Ḥanīfah.
Begitupun penggantinya mendirikan madrasah-madrasah untuk mengajarkan empat Mażhab dan membatasi pekerjaan-pekerjaan dan jabatan-jabatan hanya untuk pendukung keempat mażhab tersebut. Dan tidak memberikan banyak kebaikan (harta) kepada orang yang bertaklid kepada selain empat mażhab tersebut. Semua itu menjadikan keempat mażhab tersebut tertanam kuat di dalam hati kaum muslimin dan bisa terjaga dan bertahan (sampai sekarang).[5]
Adapun secara khusus mażhab Ḥanafi tetap bertahan dan berkembang karena beberapa faktor;
1.         Banyaknya murid Abū Ḥanīfah dan perhatian mereka dalam menyebarkan dan menjelaskan pendapat-pendapat Imām mereka. Salah satunya muridnya yaitu Muhammad bin al-Hasan melakukan kodifikasi terhadap mażhabnya dan menyebarkannya. Kaum muslimin pun mempelajarinya dan para ulama yang mengikuti maẓḥabnya pun mulai menulis kitab-kitab tentang maẓḥabnya itu.[6]
2.         Mażhab anafi dijadikan sebagai mażhab resmi negara semasa kekuasaan ‘Abbasiyah.
3.         Pengangkatan Imām Abu Yusuf sebagai Qāḍi al-Quah (hakim tertinggi) di masa Khilāfah Harūn al-Rasyīd. Beliau tidak mengankat seorang hakim kecuali dari ulama yang bermaẓḥab sama dengannya. Dia juga Menulis kitab “al-Kharrāj”  yang membahas tentang hukum yang berhubungan dengan pajak tanah.
4.         Perhatian besar ulama-ulama Mażhab ini dalam percepatan pertumbuhan Mażhab Ḥanafī dengan mencurahkan kemampuan mereka dalam mencari illat hukum dan sekaligus mempraktekkannya dalam banyak masalah-masalah baru yang timbul. Hal ini menjadi Mażhab ini selalu memiliki solusi-solusi dalam setiap permasalahan.
Mażhab ini banyak tersebar di negeri-negeri Mesir pada awal-awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Saat ini Mażhab Ḥanafī adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%).  Penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Ḥanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).[7]


[1] Ibnu Manẓūr,  Lisan al-‘Arab.  
[2] Al-Tauqīf ‘alā Muhimmāt al-Ta’ārīf  Lahu. h. 301.  
[3] Aḥmad ibnu Muhammad Naṣīruddin al-Niq.  Al-Mażhab al-Ḥanafī, Juz I cet. I; (Riyāḍ: Maktab al-Rusyd, 1422H/2001M), h. 35.
[4] Abdul Wahhab Khallaf, Al-Ijtihād fī Al-Syarīah Al-Islāmiyyah (Ijtihad dalam Syariat Islam), terj. Rohidin Wahid, Cet I;( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015) , h. 109-110.
[5] Abdul Wahhab Khallaf, Al-Ijtihād fī Al-Syarīah Al-Islāmiyyah (Ijtihad dalam Syariat Islam), terj. Rohidin Wahid, Cet I;( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015) , h. 114-115.
[6] Abdul Wahhab Khallaf, Al-Ijtihād fī Al-Syarīah Al-Islāmiyyah (Ijtihad dalam Syariat Islam), terj. Rohidin Wahid, Cet I;( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015) , h. 110.
[7] “Abū Ḥanīfah”, Wikipedia the Free Encyclopedia. http://en.wikipedia. org/wiki/
Abū Ḥanīfah  (29 Juli 2017).

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_