Social Icons

Pages

Biografi Pendiri Mażhab Ḥanafi

Biografi Imam Abu Hanifah





1.      Nama, Nasab dan Kuniyyah

Nama lengkapnya Abū Ḥanīfah Nu’mān bin Ṡabit bin Zauṭa, Al-Taimī, Al-Kūfī, Maulā Bani Tayyimullah bin Ṡa’labah.[1] Salah satu Imām empat Mażhab. Beliau masih sempat hidup di zaman para sahabat. Disebutkan pula meriwayatkan dari tujuh sahabat. [2] Diantaranya Anas bin Mālik, Jābir Ibnu Abdillāh, Abdullāh Ibnu Unais, Abdullāh Ibnu Abi Aufā, Abdullāh Ibnu Hāriṡ Ibnu Jiz’in al-Zubaidī, Ma’qīl Ibnu Yasār, Ważilu Ibnu al-Asqo’ī, ‘Asiyah bintu ‘Ajradī radiallāhu ‘anhum.

Abū Ḥanīfah Nu’mān bin Ṡabit bin Zuṭa –dengan huruf zay yang diḍammahkan dan ṭa difatḥaḥkan- inilah yang masyhūr. Ibnu Al-Syahnah menukil dari gurunya Majduddīn Al-Fairuzzābdi dalam Thabaqāt Al-Ḥanafiyah: bahwa huruf zay difatḥaḥkan dan ṭa juga difatḥaḥkan (jadi bacanya Zauṭa), sebagaimana Sakra. Dahulu Zautha adalah seorang raja dari Bani Taimullāh bin Ṡa’labah.

a.      Nasab Keturunan

Imām Al-Żahabī berkata, “Dia seorang Imām, faqīhul millāh (ahli fiqihnya millāh ini). Disebutkan juga bahwa beliau keturunan Persia.”[3] Terjadi perselisihan pendapat tentang asal daerahnya, ada yang mengatakan dari Kābil, Ahmad al-‘Ijlī mengatakan, “Abū Ḥanīfah ‘تَيْمِيٌّ Taimiyyu’. Umar Ibnu Hammād Ibnu Abū Ḥanīfah mengatakan, “Adapun Zuṭī , adalah keturunan Kābil. Dan Ṡabit lahir sebagai islam. Sementara Zuī adalah budak Bani Taimillāh Ibnu Ṡa’labah.
Kemudian dia dimerdekakan oleh Bani Quflī. An-Naḍru Ibnu Muhamad al-Marwazi dari Yahya Ibnu Nadhri berkata, bahwasanya Bapak Abū Ḥanīfah dari Nasā. Diriwayatkan pula dari Sulaimān Ibnu Robi’ dari Hāriṡ Ibnu Idrīs mengatakan, Abū Ḥanīfah asalnya dari Tirmiżi. Abu Abdurrahmān al-Muqri, Abū Ḥanīfah berasal dari Bābil. [4] Adapula riwayat dari Abu Ja’far bahwasanya Bapak Abū Ḥanīfah berasal dari Ahli Anbār.[5]
Ayahnya (Ṡabit) berasal dari keturunan Persia sedangkan kakeknya  (Zuṭa) berasal dari Kabul, Afganistan. Yaitu tawanan perang, karena dia berperang melawan ‘Uṡman bin Affān sewaktu menaklukan Persia. Penaklukan tersebut bukan hanya di Persia tetapi sampai ke Khurasan dan Afghanistan, sedangkan Zauṭa termasuk salah satu menjadi tawanan perang, akhirnya diserahkan kepada tentara Islam yang menang dalam peperangan tersebut. Setelah menjadi tawanan perang ia dijadikan budak Bani Taimullah bin Ṡa’labah, kemudian dimerdekakan dan menjadi maula mereka karena telah masuk Islam.
Setelah dibebaskan dari perbudakan ia menetap di Kūfah dan selanjutnya ia berdagang sutera di kota Kūfah dan lahirlah anaknya yang diberi nama Ṡabit yaitu ayah dari Abū Ḥanīfah. Ketika Zutha bersama anaknya Ṡabit berkunjung kepada Ali bin Abi Thalib mendo’akan agar kelak keturunan Ṡabit menjadi orang-orang yang utama di zamannya, dan do’a itu pun terkabul dengan kehadiran Abu Ḥanafi, namun tak lama kemudian ayahnya wafat.
Sirajuddin Al-Hindi menyebutkan bahwa cara kompromis dari semua riwayat ini adalah bahwa kakek beliau berasal dari Kābil, lalu pindah ke Nasaa, lalu ke Tirmidz, atau ayahnya dilahirkan di Bābil, lalu dia dibesarkan di Al-Anbār, dan seterusnya. Ibnu Al-Syahnah mengatakan bahwa kompromis seperti ini sebenarnya berasal dari Khathib Khawarizmi. Lalu dia mengatakan: sebagaimana Abu Al-Ma’āli Al-Fadhl bin Sahl Al-Isfirayini, karena ayahnya berasal dari Isfirayīn, dan dia dilahirkan di Mesir, besar di Ḥalab, lalu mukim di Bagdād, dan wafat di sana, sehingga disebutkan untuk dia: Al-Mirī, Al-Ḥalabi, dan Al-Bagdādī.”[6]

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_