·
Hayyan bin Musa
Al-Marwadzi berkata:
Ibnul Mubārak ditanya, “Mana yang lebih paham tentang
fiqih, Mālik atau Abū Ḥanīfah? Beliau berkata: Abū Ḥanīfah.”[1]
·
Imām Yahya Al-Qaṭṭān berkata:
“Kami tidak membohongi
Allah, kami belum pernah mendengar pendapat yang lebih baik dibanding pendapat Abū
Ḥanīfah, dan kami telah mengambil lebih banyak dari pendapatnya.”[2]
·
Disebutkan oleh Imām Aż-Żahabī:
Berkata Ali bin ‘Ashim, “Seandainya ditimbang ilmu Imām
Abū Ḥanīfah dengan ilmu manusia yang hidup pada zamannya, niscaya ilmunya lebih
berat dibanding mereka.”
Berkata Hafsh bin Ghiyaṡ, “Perkataan Abū Ḥanīfah dalam
fiqih, lebih dalam dibanding syair, dan tidak ada yang meng-’aibkan dirinya
melainkan orang bodoh.”
Jarir berkata: Mughirah berkata kepadaku, “Duduklah
bersama Abū Ḥanīfah niscaya kau akan mengerti, sungguh seandainya Ibrahim Al-Nakha’i
hidup niscaya dia (Ibrahim) akan duduk di hadapannya (untuk belajar).”
Ibnul Mubārak berkata, “Abū Ḥanīfah adalah manusia
paling paham tentang fiqih.”
·
Al-Syāfi’ī berkata, “Dalam fiqih, manusia (para ulama) adalah satu keluarga
dengan Abū Ḥanīfah.”[3]
·
Imām Al-Syāfi’ī berkata:
Ditanyakan kepada Imām Mālik, “Apakah engkau pernah
melihat Imām Abū Ḥanīfah? Beliau berkata, “Ya, aku melihat seorang laki-laki
yang jika dia mengatakan kepadamu bahwa dia ingin menjadikan tiang ini emas,
maka itu akan terjadi karena hujjah yang dimilikinya.”[4]
·
Imām Abdullāh bin Al-Mubārak
berkata:
“Kalau bukan pertolongan Allah kepadaku melalui Abū
Ḥanīfah dan Sufyān Al-Ṡaurī, niscaya aku sama saja dengan kebanyakan manusia (awam).”[5]
·
Beliau juga berkata:
Walau pun aṡar sudah diketahui,
berhujahlah dengan pendapat juga yaitu pendapat Mālik, Sufyan, dan Abū Ḥanīfah.
Pendapat Abū Ḥanīfah adalah terbaik diantara mereka, lebih detail
kecerdasannya, lebih dalam fiqihnya, dan dia lebih faqih di
antara bertiga itu.[6]
·
Muhammad bin Bisyr
berkata: Aku pernah bergantian mengunjungi Sufyan Al-Ṡauri dan Abū Ḥanīfah. Ketika aku mendatangi Abū Ḥanīfah dia bertanya, “Dari
mana kamu?” Aku jawab, “Aku datang dari sisi Sufyān Al-Ṡaurī.” Abū Ḥanīfah menjawab, “Engkau datang dari sisi seorang laki-laki
yang seandainya ‘Alqamah dan Al-Aswad melihat semisal orang itu (maksudnya
Sufyan), maka mereka berdua akan berhujjah dengannya.” Lalu aku mendatangi
Sufyan Al-Ṡauri, dia bertanya, “Dari mana kamu?” Aku jawab, “Aku datang dari sisi Abū
Ḥanīfah.” Sufyan menjawab, “Engkau datang dari sisi seorang yang paling faqih
di antara penduduk bumi.”[7]
·
Syadad bin Hakim berkata:
“Aku belum pernah melihat orang yang lebih berilmu dibanding Abū Ḥanīfah.”[8]
·
Abdullāh bin Dāwūd
pernah berkomentar tentang orang yang suka menggunjingkan Imām Abū Ḥanīfah:
“Tidak ada yang menggunjingkan Abū Ḥanīfah melainkan satu di antara dua laki-laki:
orang yang dengki terhadap ilmunya, dan orang yang bodoh terhadap keilmuannya.”[9]
·
Bisyar bin Qirath
menceritakan tentang kedudukan Imām Abū Ḥanīfah dan Imām Sufyān Al-Ṡaurī:
“Aku haji bersama Abū Ḥanīfah dan Sufyan, jika mereka berdua berhenti di
sebuah tempat atau negeri manusia berkumpul mengelilingi mereka, mereka bilang,
“Ahli Fiqihnya Irak (maksudnya Abū Ḥanīfah).” Sufyan lebih mendahulukan Abū
Ḥanīfah, dia berjalan di belakangnya dan jika dia ditanya sebuah masalah dan
hadir di situ Abū Ḥanīfah, dia tidak akan menjawabnya sampai Abū Ḥanīfah-lah
yang menjawabnya.”[10]
- Yahya bin Ma’in berkata: “Abū Ḥanīfah termasuk seorang yang ṡiqah, beliau itu tidak membicarakan ḥadīs kecuali yang beliau hafal dan beliau tidak membicarakan perihal apapun yang tidak beliau hafal.”[11] Dan pada saat (di waktu) yang lain Yahya bin Ma’ain berkata, “Abū Ḥanīfah adalah seorang yang ṡiqah didalam ḥadīs”. Dan beliau juga pernah berkata bahwa, “Abū Ḥanīfah lā ba’sa bih, ia tidak tertuduh dengan berdusta, dan ia tidak berdusta, ia orang yang jujur”.
- Imām Syafi’i menuturkan, Imām Mālik bin Anas pernah ditanya, “Apakah kamu melihat Abū Ḥanīfah? Beliau menjawab, “Ya, Saya melihat seorang lelaki jika sekiranya dia mengatakan tiang ini emas niscaya dia akan membuat hujjahnya.[12]
- Abdullāh ibnul Mubārak berkata: “Kalau saja Allah Azza wa Jalla tidak menolong saya melalui Abū Ḥanīfah dan Sufyan Al-Ṡaurī maka saya hanya akan menjadi seperti orang biasa”. Dan beliau juga berkata: “Abū Ḥanīfah merupakan orang yang paling-faqih”. Dan beliau pun juga pernah berkata : “Aku berkata kepada Sufyān Al-Ṡaurī, ‘Wahai Abu Abdillāh, Abū Ḥanīfah adalah orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah walaupun kepada musuhnya’ dan kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, beliau adalah orang yang paling berakal, beliau tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.” Beliau berkata, “Aku datang menuju ke kota Kūfah, kemudian aku bertanya (kepada mereka) siapakah orang yang paling wara’ di (kota) Kūfah ini? Maka mereka penduduk Kūfah pun menjawab: Abū Ḥanīfah”. Beliau juga berkata, “Apabila aṡar sudah diketahui, masih membutuhkan pendapat, kemudian Imām Mālik, Sufyan dan Abū Ḥanīfah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya ialah Abū Ḥanīfah dan beliau adalah orang yang paling faqih dari ketiganya”.
- Al-Qadhi Abu Yusuf berkata: “Abū Ḥanīfah pernah berkata: tidak selayaknya/pantas bagi seseorang berbicara tentang ḥadīs kecuali semua yang ia hafal sebagaimana ia mendengarnya”. Kemudian beliau pun berkata : “Saya tidak melihat seorang pun yang lebih tahu tentang tafsir ḥadīs dan tempat-tempat pengambilan fiqih ḥadīs selain Abū Ḥanīfah”.
- Imām al-Syāfi’ī berkata: “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah ia belajar kepada Abū Ḥanīfah”.
- Fuḍail bin ‘Iyad berkata: “Abū Ḥanīfah adalah seseorang yang faqih, terkenal dengan wara’-nya, termasuk juga salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmunya, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan baik, menghindari harta penguasa”[13]. Qais bin Rabi’ pun mengatakan hal serupa dengan perkataan Fuḍail bin ‘Iyad.
- Yahya bin Sa’id al-Qathan, berkata : “(Sungguh) Kami tidak mendustakan Allah SWT, kami tidak pernah mendengar pendapat yang lebih baik dari yang lain selain pendapat Abū Ḥanīfah, dan sungguh banyak mengambil pendapat darinya”.
- Al-Khuraibi, berkata : “(Sungguh) Tidaklah orang-orang itu mencela Abū Ḥanīfah melainkan mereka itu termasuk pendengki atau orang yang jahil”.
- Sufyan bin ‘Uyainah, berkata : “Semoga Allah Azza wa Jalla (selalu) merahmati Abū Ḥanīfah sebab beliau adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (orang yang banyak melakukan shalat)”
·
Syaikh Al-Taqi Al-Ghazi
berkata, “Dialah Imāmnya para Imām, penerang bagi umat, lautan ilmu dan
keutamaan, ulamanya Iraq, ahli fiqih dunia seluruhnya, orang setelahnya menjadi
lemah di hadapannya, dan yang semasanya, belum pernah mata melihat yang
semisalnya, belum ada seorang mujtahid mencapai derajat seperti kesempurnaan
dan keutamaannya.”[14]
- Abu Yusuf mengatakan, “Aku tidak melihat orang yang lebih alim daripada Abū Ḥanīfah, Mālik dan Ibnu Abī Lailā.”[15]
0 komentar:
Posting Komentar