“Jika tak bisa tersenyum, maka jangan
sekali-kali menjadi penjaga toko”.
_pepatah China_
Dalam realita hidup, harapan dan kenyataan
terkadang harus bertolak belakang. Sesekali masalah menjadi penghalang
kebahagiaan. Sebaliknya justru masalah-lah menjadi factor kesuksesan. Kita
butuh kesusahan sekedar memahami arti kebahagiaan.
Kita butuh gagal agar bisa memahami sukses.
Kita juga butuh air mata untuk mengerti harga sebuah senyuman.
Seringkali materialistic mempengaruhi senyuman
kita. Dan itulah realita! Suatu ketika di kampus kebanyakan teman-teman dari
berbagai daerah. Otomatis berjauhannya dengan sang ortu mempengaruhi
efektifitas biaya hidup. Entahlah dikirim perbulan atau sekaligus.
Ia
berkata, “Mari kita pergi ke warung!”
“Tapi…”
selaku.
“Tenang aja, makan sepuasnya. BSS (Bayar
semuanya saya)! Senyumnya semangat.
Hanya bisa bergumam dalam hati, “Kok nggak
seperti biasanya”
Apa dia
baru saja memenangkan lomba se-planet. Hari ulangan tahun atau dalam
rangka syukuran. Yang jelasnya ia baru saja dapat hoki dari orang lain.
Terjawab suda, memang sedari tadi menggesek
ATM. Sudah tentu dapat kiriman Ortu. Sebutlah juga para PNS, di tanggal muda
muka-wajah mereka berserk-seri. Tapi coba jumpai saat tanggal-tanggal tua.
Senyum serasa dipaksakan. Padahal senyum kepada saudara kita itu sedekah.
Apalagi senyuman itu bisa mengaktifkan gerak peristaltic otot, artinya orang
yang selalu senyum akan lancer BAB-nya.
Tapi kok harus dipaksakan menunggu muda-tuanya
tanggal. Padahal matahari ever day smile aja!. Senyum sebagai
representative beningnya hati jiwa dan pikiran seyogyanya ikhlas n tulus. Tidak
seperti public customer pada umumnya. Hanya tersenyum disaat jam kerja.
Setelahnya istirahat juga.
Sebuah penelitian, menyimpulakan bahwa, senyum
yang tidak disadari rasa tulus ikhlas akan mempengaruhi saraf-saraf otak. Dan
ini terbukti! Kebanyakan pekerja tadi sepulang rumah mengalami beban stress.
Belum lagi membagi kasih –sayang dengan senyuman ke keluarga mereka berkurang.
To the point, hadapi masalah dengan senyuman.
Bagaimanapun terjalnya, senyumlah selalu. Smile kita tak musti dipengaruhi
unsure materialis. Tebal tipinya dompet tidak menjadi faktor murah –mahalnya
senyuman kita. Bukankah
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta adalah sebuah kebahagiaan. So cukuplah
dengan kebahagiaan itu membuat kita tersenyum meskipun berlara duka.
Salam senyum penuh
semangat!!
0 komentar:
Posting Komentar