Kita ke flashback dulu, bahasa gaul atau pasaran pada dasarnya perusak bahasa. Jaman dahulu banyak bahasa asli suatu suku harus tenggelam ditelan masa gara-gara munculnya bahasa pasaran. Bahkan menjadi asing bagi kaumnya sendiri. Dan ini bagian dari “gozwul fikri”(1). Bagaimana menghancurkan suatu generasi dimulai dari bahasanya. Coba jalan-jalan ke negara Arab. Pasti sangat berbeda bahasa” fushoh”(2) dan lughoh “amiyyah”(3). Ini sebenarnya sengaja diselipkan oleh orang-orang tertentu agar orang Arab sendiri tidak mengerti bahasa al-Qur’an. Jelas berbeda bahasanya dengan percakapan sehari-hari. Anda jangan heran kalo berbicara dengan mereka menggunakan bahasa yang dipelajari di bangku kuliah atau buku paket. Bahkan bahasa arab anda lebih fasih dari mereka. Sama halnya kalau ada orang asing belajar bahasa indonesia khusus akan lebih formal dibanding orang indonesia sendiri yang tidak pernah mengecap pelajaran bahasa indonesia di bangku sekolah.
Bahasa memang begitu penting, orang bisa salah paham hanya persoalan bahasa. Beda bahasa juga bisa beda makna. Meskipun orang bilang, “Bahasa adalah kesepakatan bersama”. Kalaumisalnya kita sepakat yang namanya sendok,sekarang diganti garpu dan garpu berubah namanya jadi sendok itu fine aja. Gimana?
Tetapi khusus al-Qur’an tidak boleh begitu. Ia adalah kalam ilahi. Mengubahnya berarti mengubah maknanya. Sudah dijamin langsung penciptaNya hingga hari kiamat. Dan tahukah anda, ketika al-Qur’an dikumpulkan pada masa Khalifah Utsman, terjadi perbedaan lafadz. Karena disatukan dari kumpulan tulisan-tulisan dikertas, batu atau pohon. Kemudian dicocokkan dengan hafalan para sahabat. Maka seorang sahabat yang dianggap ahli dari kaum anshar dikumpulkan bersama sahabat dar kaum Quraisy. Jika perbedaaan lafadz tadi khalifah akan membenarkan kamu Quraisy karena mereka mempunyai bahasa yang fasih.
Kembali ke gaya tulisan, awal dari menjadi penulis adalah mencari jati diri tulisan kita. Berbicara jati diri tentu erat kaitannya dengan karakter pribadi penulisnya sendiri. Mari menulis dengan jati diri kita masing-masing. Tidak musti meniru gaya orang lain. Kita punya keunikan tersendiri. Dalam ilmu psikolog, karakter seseorang bisa dibaca dari tulisannya. Titik misalnya; orang yang menulis selalu memakai koma, tanda karakternya susah untuk terus terang, suka berliku-liku, memakai perumpaan sulit dimengerti, sukanya dramastis, inginnya lebih berkesan, cukup lama mengambil keputusan, tapi susah juga lho melupakan kebaikannya, sampai harus menyelami dalamnya samudra, berputar ke langit tujuh, biarlah bintang itu berpendar diantara kilauan purnama, Hmmm…. padahal Cuma mau menyampaikan satu hal, “menulislah dengan hati-mu, karena tulisanmu karaktermu!”
Muhammd Scilta Riska,
18 Des 2011
_____________________________________________________________________________________________________
- Perang Pemikiran
- Formal
- Pasaran
0 komentar:
Posting Komentar