Social Icons

Pages

Menangkal Kritikan

Terispirasi dari sebuah cerita, menjawab segala permasalahan yang kadang menghantui di setiap langkah pribadi terutama di dunia organisasi. Entahlah kita nggak bisa menyangkal setiap orang punya persepsi tersendiri tentang pribadi orang lain hingga berlanjut pada tataran “kritikan”. Sampai suatu titik yang menyebabkan kita “kenyang” terhadap segala kritikan. Itulah gunanya “toghether we share” agar kemudian tidak terjadi kesalahpahaman. Terkhusus orang-orang yang berkecimpun dalam sebuah wadah organisasi. Sepertinya setiap hari harus “sarapan” kritikan.

Seperti halnya seorang ayah dan anaknya hendak ke negeri seberang dengan melintasi daerah  lain. Dengan bermodal keledai jadilah mereka berdua berangkat. Si Bapak berjalan sambil menarik keledai yang ditumpangi anaknya. Betapa tidak orang-orang yang melihatnya berkata, “sungguh Anak itu tidak berkepri-Bapakan, masa bapaknya jalan lalu anaknya naik keledai”. Setelah menimbang betul juga kata orang-orang itu, dimana letak penghormatan anak terhadap bapaknya. Jadi juga tukaran, kini Bapaknya yang naik keledai, anaknya yang menarik. Ternyata justru masyarakat  berucap lain, “kenapa bapak ini tidak memiliki sikap berkepri-anakan, mengapa anak dibuatnya sengsara menarik keledai sedangkan ia berkendara???”.
Dari hasil perenungannya, sekali lagi benar apa kata mereka, seorang Bapak harusnya menyayangi anaknya, bukan dibuatnya sengsara. Maka diputuskanlah keduanya naik kedelai bersama-sama. Apakah sampai disitu??? Para penduduk kampung kembali bertanya, sesungguhnya bapak anak ini telah menzalimi tidak berkepri-keledaian, kenapa mereka menyiksa keledai dengan berdua menaiki, padahal satu orang saja sudah cukup menyengsara”. Maka dipilihlah  jalan terakhir mereka berdua turun sama-sama jalan sambil menggotong sang keledai. Akhirnya apa, masyarakat tidak tega melihat keduanya, dinasehatilah, “sungguh keledai itu tidak berkepri-manusiaan, mengapa ia memberatkan kedua Bapak-anak tadi dalam perjalanan, teganya menyiksa untuk sekedar diangkat”.   
 Huft ….bagaimana??? itu mungkin siluet gambaran kehidupan, kita tidak mungkin lari dari fenomena itu. “saya punya masalah lagi” yeach terkadang dalam hidup kita berfikir, “kenapa sih masalah itu  nggak pernah berhenti”. Kata pepatah bijak, mau kebaikan tanpa ujian, mau hasil tanpa usaha, mau solusi tanpa maslah, mau sih suskes wihout failled!!! Mustahil!!!.
Dimana- mana itu kesedihan, gundah, gembira lara dan senang sudah satu paket harga yang nggak dijual terpisah!!!. Memang manusia hasratnay mencari kesenangan, menghindari kesengsaraaan. Siapa yang nggak mau sengsara??
By the way sering dalam meniti perjalanan panjang itu kita dikritik, dicemoh, diejek entahlah kenapa mengapa jikalau oleh karena disebabkan apabila jika demikian orang punya degudang rencana buat kita. Maunya dibilang salah. Kenpa begini begitu nggak begitu saja.
Pokoknya serba salah. Entahlah ingin menyesuaikan denagn kemauannya. Mengatur-ngatur kita. Hmm penonton memang lebih pintar dari pada pemain, “eh kenapa seandainya, jikalau demikian”.
Tapi sadarlah bagaimananpun pintarnya mengkritik, kita lah pema-in-nya.kita yang menjalni, merasakan, dan meraih suksesnya. Kita dalah pemain bagi diri sendiri!!!. Pemeran utama sandiwara hidup ini. Jangan hiraukan orang yang selalu kontroversi dengan keputusan kita. Jika memang ia adalah benar, so lanjutkan!. Jika mau mengikuti kemauan mereka maka ribet sudah, jadinya pengekor melulu. Kita harus punya prinsip, “perintahkan dirimu sebelum diperintahakan orang lain!!!, rencanakan dirimu sebelum direncanakan orang lain. Kita pemimpin bagi diri sendiri.

STIBA,
Muhammad Scilta Riska,
06062011

0 komentar:

Posting Komentar

 

Inspirasi

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Syaafi'i dll memang telah tiada di dunia ini.

Namun, ketika manusia membaca buku, tulisan mereka ...

"Berkata, Imam Bukhari, Muslim as-Syaafi'i rahimahumullah ..."

Saat itu pula seolah mereka masih hidup di dunia...

Msc_