Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau dalam bahasa Inggris disebut
sebagai Car Free Day bertujuan mensosialisasikan kepada masyarakat guna
menurunkan ketergantungan terhadap kendaraan bermotor. Kegiatan ini biasanya
didorong oleh aktivis yang bergerak dalam bidang lingkungan dan transportasi. Atau koalisi
LSM Lingkungan sebagai
wadah yang menampung aspirasi masyarakat dalam pembuatan
kebijakan pemerintah.
Sayangnya momen ini oleh sebagian LSM digunakan justru tujuan
pemurtadan. Ini terbukti dengan beredarnya video mengenai upaya kristenisasi di
ibu kota DKI Jakarta. Dalam video berdurasi 23 menit dan 43 detik itu bertajuk “Spesial:
Kristenisasi Terselubung di Car Free Day Jakarta.” Diperlihatkan
sederet upaya sebuah komunitas melakukan gerakan kristenisasi terselubung di
dalam rangkaian CFD, 2 November 2014.
Dalam video tersebut terlihat sekelompok masyarakat sedang
memberikan hadiah kepada anak-anak dan para remaja yang diduga sebagai
simbol-simbol agama kristen. Seperti kalung bergambar merpati, biskuit, permen,
pin bertuliskan I'm Saved (Saya terselamatkan) dan sejumlah barang lain. (Republika,
10 Nov 2014). Upaya kristenisasi tidak hanya di Ibu Kota juga terjadi di
Aceh dan beberapa kota lainnya. Betapa pemurtadan sudah dilakukan secara
terang-terangan. Hal demikian sudah melanggar aturan SKB Tiga Menteri. Bahwa
tidak boleh menyebarkan agama kepada orang yang telah beragama.
Alaa
kulli hal sebagaimana
digambarkan Rasulullah. Akan datang suatu masa dimana seseorang paginya beriman
lalu di sore harinya kafir. Atau sebaliknya. Seolah agama adalah jualan yang
bisa dibeli kapanpun. Bukan hanya Car Free Day mengancam akidah ummat,
juga dibeberapa hari kedepan menjelang pergantian tahun baru terutama Natal.
Toleransi
yang Salah Kaprah
“Kenapa kamu tidak
mengucapkan selamat Natal sebagaimana kami juga mengucapkan Selamat Idul Fitri
kepada kalian. Bukankah ini hanya ucapan selamat belaka” sebut temannya yang
nonmuslim.
Mahasiswa muslim Amerika
ini menimpali, “Apakah kamu mengetahui dua kalimat syahadat. Katakanlah, saya
bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah.”
Si temannya langsung
mengelak, “Tidak mungkin saya mengucapkan kalimat syahadat. Saya akan pindah
agama nantinya.”
“Dan begitu pula
mengapa saya tidak mengucapkan selamat Natal kepada anda.”
Saudaraku, Ini
persoalan prinsip akidah. Tidak ada kata toleransi. Haram hukumnya mengucapkan
selamat Natal. Termasuk bekerja dalam hal membantu peribadatan mereka. Meskipun
itu sekedar menjual peralatan yang disinyalir digunakan dalam beribadah. Secara
tidak langsung juga ikut andil dalam peribadatan mereka.
Adapun persoalan muamalah
semisal jual beli, berbisnis dengan nonmuslim itu tidak mengapa. Disini baru
berlaku toleransi. Rasulullah juga berdagang dengan orang Yahudi, Nasrani dan
orang musyrik. Tapi tidak sampai gegabah pada kekafiran. Jangan karena
persoalan lapar kemudian menjual akidah.
Dalam kaitannya
ibadah tidak ada kompromi. Sama saja setuju dengan peribadatan mereka, “Selamat
Tuhan ada tiga. Selamat atas penyekutuan anda terhadap Allah.”
“Sesungguhnya telah
kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah adalah Al Masih
putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga,” (QS. Al-Maidah: 72).
Apakah kita akan
mengatakan pada seorang yang baru saja berzina dengan ucapan, “Selamat anda
telah berzina.” Kepada pencuri, “Selamat anda telah korupsi.” Dan kalimat
semisalnya. Jika saja tidak tega memberikan selamat kepada para pezina, pencuri
bagaimana lagi mengucapkan selamat kepada yang menyekutukan Allah?
Untukmu Agamu dan
Untukku Agamaku
“Ya Muhammad, bagaimana kalau kami setengah hari menyembah Tuhanmu tapi
dengan syarat kamu juga harus ikut peribadatan kami setengah hari?” tawaran
orang Quraisy.
“Tidak” jawab Rasulullah.
“Lalu bagaimana kalau kami satu hari menyembah Tuhanmu dan satu
harinya kamu juga menyembah tuhan kami?”
“Tidak bisa.”
“Bagaimana kalau kami menyembah Tuhanmu sebulan lalu kamu cukup sehari
ikut beribadah sama kami?”
“Tidak bisa” sebut Nabi.
“Kalau begitu kami menyembah Tuhanmu setahun dan kamu cukup
menyembah tuhan kami sehari?” “Tidak bisa” tegasnya.
Bagaimana kalau seumur hidup kami menyembah Tuhanmu sedangkan kamu
cukup sehari saja beribadah pada kami!?”
“Tidak bisa.” Tegas beliau. Tidak ada kompromi apalagi toleransi
dalam hal ibadah. Bagaimana jika seandainya ada yang menawarkan demikian.
Apakah kita rela mengucapkan sekali saja, selamat Natal.
Turunlah firmanNya, “Katakanlah: "Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Islam Agama Sempurna
Pembaca yang semoga istiqamah dalam kebenaran. Islam tidak
membutuhkan kita. Sekalipun seorang murtad dari agamanya tidak sedikitpun
menguragi kekuasaan Kerajaan Allah. Betapa ruginya mereka yang hendak menukar
akhirat dengan sekardus mie, sembako atau sugukan rupiah.
“Hai orang-orang yang
beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya..” (QS. Al-Maidah: 54).
Satu orang murtad akan digantikan dengan kaum dalam bentuk
jamak. Islam akan tetap berjaya dengan atau tanpa kita. Kitalah yang butuh
dengan islam bukan islam yang butuh kita!
“Sungguh Allah telah memuliakan kita dengan islam. Barangsiapa yang
mencari kemuliaan selain islam maka dia menjerumuskan dirinya pada kehinaan”
seperti kata Umar Ibnu al-Khattab. Betapa islam adalah anugrah nikmat terbesar
dari Allah. Betapun sulitnya hidup anda, berkecukupan tetapi hidup dalam
naungan islam jauh lebih baik daripada anda begelimang harta tapi hidup dalam kekafiran.
Mulai zaman
Rasulullah, Khulafaur ar-Rasyidah dan khilafah setelahnya semuanya menegakkan
hukum islam. Sungguh kecelakaan suatu kaum yang ingin dimenangkan oleh Allah
lantas menggunakan hukum diluar islam.
Di zaman Rasulullah pula
sudah ada Imperium Roma dan Persia. Namun demikian beliau tidak pernah menyuruh
para sahabatnya sekedar study banding pada mereka.
Adalah kewajiban bagi setiap muslim menjaga akidah ummat. Terutama
pemerintah sebagai pengayom ummat dan bangsa. Namun disayangkan jika pemerintah
yang menfasilitasi terjadinya pemurtadan.
Mutharrif Ibnu Abdullah pernah didatangi sekelompok aliran sesat
Khawarij. “Bagaimana kalau anda ikut juga dengan aliran kami” bujuknya.
“Seandainya saya memiliki dua nyawa. Biarlah satu nyawa saya itu
ikut dengan kelompok aliranmu. Dan satunya lagi saya tetap istiqomah sebagaiman
saat ini. Kalaupun aliranmu itu benar maka saya akan berusaha juga bagaimana
satu nyawa saya lainnya ikut dengan aliranmu.”
Namun lanjutnya, “Sayangnya saya hanya memiliki satu nyawa. Dan satu-satunya nyawa pemberian Allah ini
tidak akan saya sia-siakan.” Jika saja terhadap aliran sesat tidak ada kompromi
lantaran merusak syahadat bagaimana lagi dengan akidah yang sudah jelas
kekafirannya?
Muhammad Scilta Riska
(Al-Balagh edisi 7, jum’at 12 Desember 2014)
0 komentar:
Posting Komentar